REPUBLIKA.CO.ID, HOUSTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mendesak Kongres pada Kamis (3/6/2022) untuk mengesahkan undang-undang senjata yang lebih ketat. Hal ini dilakukan setelah penembakan massal baru-baru ini terjadi di Uvalde, Texas.
Dalam kejadian itu, seorang pria bersenjata berusia 18 tahun membeli dan membawa senapan secara legal untuk membunuh 19 siswa dan dua guru. “Korban tidak bersalah yang tewas di ruang kelas berubah menjadi ladang pembunuhan,” kata Biden dalam pidatonya di depan bangsa.
“Senjata adalah pembunuh anak-anak nomor satu di Amerika Serikat,” tambahnya.
Dia meminta Kongres membuat perubahan nyata dalam undang-undang senjata negara, termasuk melarang senjata serbu. “Jika kita tidak bisa melarang senjata serbu, maka kita harus menaikkan usia untuk membelinya dari 18 menjadi 21,” lanjutnya.
“Jangan bilang menaikkan usia tidak akan membuat perbedaan. Cukup."
Biden merujuk pada penembakan massal Buffalo, New York, di mana seorang pria bersenjata berusia 18 tahun lainnya menggunakan senjata serbu untuk membunuh 10 orang di sebuah toko kelontong. Dia juga merujuk pada penembakan massal mematikan lainnya di AS selama beberapa dekade terakhir, termasuk di Columbine High School di Colorado, Sandy Hook Elementary School di Connecticut dan Parkland High School di Florida.
“Ada terlalu banyak sekolah lain, terlalu banyak tempat lainnya yang menjadi ladang pembantaian, medan perang di sini, di Amerika,” lanjutnya.
“Kali ini kita harus benar-benar melakukan sesuatu.”
Biden mendesak Kongres menambah persyaratan pemeriksaan latar belakang pembelian senjata membuat aturan baru menyimpan senjata secara aman, termasuk pemberlakuan 'red flag' yang baru.
“Amandemen kedua, seperti semua hak lainnya, tidak mutlak,” katanya. “Ini bukan tentang mengambil senjata siapa pun… Ini bukan tentang menjelek-jelekkan pemilik senjata.”