REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH–Organisasi negara-negara Arab, Liga Arab menyerukan negara-negara yang belum mengakui Palestina untuk segera melakukannya. Pernyataan itu muncul pada peringatan 55 tahun Naksa, hari peringatan penaklukan Israel atas Tepi Barat, Yerusalem Timur, Dataran Tinggi Golan Suriah, dan Semenanjung Sinai Mesir dalam Perang Enam Hari pada 1967.
Liga Arab menegaskan, komitmen berkelanjutan bangsa Arab untuk tujuan utamanya, yakni perjuangan Palestina. Terutama juga dukungannya untuk perjuangan adil rakyat Palestina untuk mencapai kebebasan dan kemerdekaan di tanah nasional mereka, dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.
Peringatan Naksa bertepatan tahun ini dengan eskalasi Israel yang berbahaya, diwakili oleh tentara pendudukan yang mengintensifkan agresi dan terornya di kota Yerusalem.
"Ini memungkinkan pemukim untuk melakukan serangan mereka dan menyerbu halaman Masjid Al Aqsa yang diberkati, menodai Islam dan Kristen dan mendorong pemukim untuk melakukan ibadah Talmud di Masjid Al Aqsa, dan upaya untuk mengubah status quo di dalamnya,"kata pernyataan itu juga dilansir dari The New Arab, Selasa (7/6/2022).
Liga juga meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tanggung jawabnya, menerapkan resolusinya, melaksanakan tugasnya dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional, dan mewajibkan Israel untuk mengakhiri pendudukan.
Organisasi itu juga mendesak penarikan penuh dari semua wilayah Palestina dan Arab yang diduduki sejak 5 Juni 1967, dan memberikan perlindungan internasional bagi rakyat Palestina. Mereka juga meminta masyarakat internasional untuk meminta pertanggungjawaban pejabat Israel atas semua kejahatan yang dilakukan terhadap rakyat Palestina.
Pada 2019, 138 dari 193 negara anggota PBB telah mengakui Negara Palestina, sementara 165 mengakui Israel yang didirikan pada 1948 setelah kekuasaan Inggris di Palestina berakhir
Pada tahun 2020, empat negara Arab menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Ini termasuk UEA, Bahrain, Sudan dan Maroko. Yordania dan Mesir adalah yang pertama berdamai dengan negara Yahudi.
Kesepakatan Abraham yang kontroversial dan normalisasi hubungan selanjutnya dikecam oleh semua faksi Palestina yang menggambarkan langkah itu sebagai pengkhianatan terhadap tujuan mereka.