REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Deputi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Wendy Sherman mengatakan AS, Korea Selatan (Korsel) dan dunia akan memberikan tanggapan keras bila Korea Utara (Korut) menggelar uji coba nuklir. Sherman mengatakan setiap uji coba nuklir melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.
"(Dan) akan ada respons cepat dan keras terhadap uji coba semacam itu dan saya yakin tidak hanya Republik Korea (Korsel) dan Amerika Serikat dan Jepang tapi seluruh dunia akan meresponnya dalam sikap yang kuat dan jelas," kata konferensi pers usai bertemu Deputi Menteri Luar Negeri Korsel, Senin (7/6/2022).
"Kami siap dan kami akan melanjutkan pembahasan trilateral (dengan Korsel dan Jepang) besok," tambah Sherman.
Pernyataan ini disampaikan usai pasukan AS dan Korsel menembakan delapan rudal darat-ke-darat kemarin ke laut timur Korsel. Sebagai respons atas tembakan rudal balistik jarak-pendek Korut Ahad (5/6/2022) lalu.
Selama beberapa pekan pihak berwenang pemerintah AS dan Korsel dan pakar Korut sudah mengatakan ada tanda-tanda pembangunan baru di satu-satu lokasi uji coba nuklir Korut, Punggye-ri dan Pyongyang dapat segera menggelar uji coba sebuah bom. Korut tidak melakukan uji coba bom nuklir sejak 2017.
Kepala Badan Energi Atom Internasional Rafael Grossi mengatakan Korut sedang memperluas pembangunan di fasilitas penting di lokasi nuklir utamanya di Yongybyon. Bulan lalu Korut mengumumkan wabah pandemi virus corona pertamanya.
Hingga Senin kemarin Korut melaporkan 4,198,890 kasus infeksi dengan gejala. Negara itu tidak mengkonfirmasi total orang yang dites positif. Pakar menilai angka sebenarnya jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan.
Sejauh ini Pyongyang menolak setiap bantuan Washington Dan Seoul. Walaupun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan situasi Covid-19 di negara itu semakin memburuk.
"Republik Korea dan Amerika Serikat dan yang lainnya telah menawarkan respon kemanusian tapi belum diterima tapi kami berharap (Pemimpin Korut) Kim Jong-un akan fokus membantu rakyatnya untuk menghadapi tantangan Covid-19 yang kami semua hadapi dan akan kembali ke meja negosiasi dibandingkan mengambil langkah provokatif dan berbahaya dan merusak stabilitas," kata Sherman.