REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris mencatat tambahan 77 kasus infeksi baru cacar monyet pada Senin (6/6/2022) waktu setempat. Total kasus virus tersebut di seluruh Inggris kini menjadi 302 kasus.
Menurut Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA), 73 kasus cacar monyet terdeteksi di Inggris, 2 di Skotlandia dan 2 di Wales.
"Ini menjadikan jumlah total yang dikonfirmasi di Inggris menjadi 302 pada 5 Juni. Saat ini ada 287 kasus yang dikonfirmasi di Inggris, 10 di Skotlandia, 2 di Irlandia Utara dan 3 di Wales," kata UKHSA dalam sebuah pernyataan seperti dikutip laman Anadolu Agencies, Selasa (7/6/2022).
UKHSA mengatakan siapapun bisa terkena cacar monyet, terutama jika seseorang pernah melakukan kontak dekat, termasuk kontak seksual, dengan seseorang yang memiliki gejala. "Orang-orang yang gay atau biseksual dan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki tetap berpengaruh secara tidak proporsional," tambah pernyataan UKHSA.
Pemerintah telah menyarankan orang-orang yang telah melakukan kontak dengan mereka yang terkena dan telah menunjukkan gejala virus untuk menghubungi klinik kesehatan seksual. Meskipun risiko cacar monyet ke masyarakat umum tetap rendah karena virus ini ditularkan melalui kontak fisik yang dekat dan tidak mudah menyebar, UKHSA mengimbau masyarakat untuk tetap berhati-hati.
"Cacar monyet adalah infeksi virus langka yang tidak menyebar dengan sangat mudah di antara orang-orang tetapi dapat ditularkan melalui kontak fisik yang dekat, seperti berciuman, kontak kulit, seks dan berbagi hal-hal seperti tempat tidur dan handuk," kata direktur regional UKHSA, Profesor Kevin Fenton.
Gejala cacar monyet meliputi ruam dengan lepuh. Menurut data yang dirilis oleh UKHSA pekan lalu, lebih dari 50 persen kasus yang tercatat di Inggris ditemukan pada pria yang diidentifikasi sebagai homoseksual atau biseksual. Dari 190 kasus yang tercatat dari 6-31 Mei, 111 kasus adalah laki-laki yang diidentifikasi sebagai homoseksual atau biseksual.
Organisasi Kesehatan Dunia mengidentifikasi kasus cacar monyet di 27 negara. Sebagian besar kasus telah dicatat di Amerika Utara dan Eropa dengan laporan jumlah kecil di Amerika Tengah dan Selatan, Afrika Utara dan Timur Tengah.
Ikuti Whatsapp Channel Republika