Jumat 10 Jun 2022 10:02 WIB

ILO akan Tinjau Kebijakan Perburuhan China di Xinjiang

Sejumlah kelompok HAM menuduh China lakukan praktik kerja paksa di Xinjiang.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Petugas polisi berdiri di pintu masuk luar Pusat Penahanan Urumqi No. 3 di Dabancheng di Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang China barat pada 23 April 2021. Komite Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) PBB telah menyerukan misi untuk meninjau lebih lanjut kebijakan perburuhan China di Xinjiang.
Foto:

Xinjiang merupakan produsen kapas utama, dan memasok sebagian besar komponen untuk panel surya. Beberapa anggota parlemen AS mendukung permintaan oleh Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) untuj menerapkan larangan impor barang dari Xinjiang secara efektif mulai 21 Juni. Berdasarkan undang-undang tersebut setiap barang yang diimpor dari Xinjiang harus disertakan bukti bahwa barang tersebut tidak dibuat oleh pekerja dengan sistem kerja paksa.

"Kita semua berada dalam kerangka waktu yang sangat ketat. Harapannya adalah kami akan siap untuk menerapkan undang-undang Uighur pada 21 Juni, dan kami memiliki sumber daya. Jadi pertanyaannya, apakah kita siap menerapkan? Ya, kami siap," ujar Direktur Eksekutif Pelaksana CBP untuk Gugus Tugas Implementasi UFLPA, Elva Muneton.

Importir akan memiliki opsi untuk mengekspor kembali kargo yang dilarang kembali ke negara asal. Muneton mengatakan, setiap pengecualian terkait barang impor yang tidak menggunakan kerja paksa harus diberikan ke komisaris CBP dan dilaporkan ke Kongres. Muneton menambahkan, CBP akan dapat mengeluarkan penalti terhadap importir jika terjadi penipuan.

"Penting untuk diketahui bahwa undang-undang Uighur membutuhkan bukti yang sangat akurat. Ini akan membutuhkan dokumentasi, bukti yang jelas dan meyakinkan bahwa rantai pasokan produk yang diimpor bebas dari kerja paksa," kata Muneton.

 

Beijing awalnya menyangkal keberadaan kamp penahanan di Xinjiang. Tetapi mereka kemudian mengakui telah mendirikan "pusat pelatihan kejuruan" yang diperlukan untuk mengekang apa terorisme, separatisme, dan radikalisme agama di Xinjiang.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement