REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Seorang diplomat senior Amerika Serikat (AS) mengatakan, junta Myanmar kemungkinan besar tidak dapat mengalahkan pemberontak yang memerangi kekuasaannya. Penasihat Departemen Luar Negeri AS, Derek Chollet, mengatakan, junta Myanmar harus memulihkan demokrasi setelah merebut kekuasaan tahun lalu.
"Sulit untuk menilai bagaimana mereka bisa berpikir realistis bahwa mereka bisa menang. Mereka kehilangan wilayah, dan militer mereka mengalami kerugian serius," ujar Chollet.
Chollet mengatakan, pemerintah militer menjadi terisolasi secara internasional tetapi juga di dalam negeri. Menurut Chollet, junta militer Myanmar harus mengakhiri perjuangan dan kembali ke demokrasi.
Militer menggulingkan pemerintah sipil terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari 2021. Sejak itu, militer menggunakan kekuatan mematikan dan penangkapan massal untuk menekan demonstrasi.
Warga sipil telah mengangkat senjata untuk melawan polisi dan tentara. Mereka menjawab seruan aliansi pemberontak bersenjata ringan untuk pemberontakan rakyat. Junta telah menyatakan aliansi itu sebagai "teroris".
Juru bicara militer tidak dapat dimintai kometar terkait denhan pernyataan Chollet. Chollet mengunjungi Thailand, Singapura dan Brunei untuk menindaklanjuti pertemuan antara Amerika Serikat dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
"Selain menjatuhkan sanksi, Washington bekerja sama dengan beberapa negara ASEAN seperti Singapura, Indonesia, dan Malaysia terkait Myanmar," kata Chollet.
Chollet menyatakan harapan bahwa, Cina juga bisa menjadi bagian dari solusi atas permasalahan di Myanmar. Menurut kelomopok hak asasi manusia, operasi militer oleh pasukan pemerintah di Myanmar timur dan barat laut telah menewaskan ratusan warga sipil. Hitungan terpisah dan terperinci oleh Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan, 1.876 warga sipil, sebagian besar di kota-kota besar dan kecil, telah dibunuh oleh pasukan keamanan.