REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (HAM PBB) Michelle Bachelet mengisyaratkan bahwa dirinya tidak akan mencalonkan diri untuk periode kedua.
"Dengan berakhirnya masa jabatan saya sebagai Komisaris Tinggi, sidang kelima puluh tonggak sejarah Dewan ini akan menjadi yang terakhir yang saya pimpin," kata dia ketika menyampaikan pengumuman mengejutkan itu dalam pidato di Dewan HAM PBB yang berbasis di Jenewa, Senin (13/6/2022)
Beberapa diplomat mengatakan mereka mengharapkan Bachelet, mantan presiden Cile yang dianggap dekat dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, untuk tetap menjabat setelah masa jabatannya berakhir akhir tahun ini. Dalam pidatonya, Bachelet mengatakan kantornya sedang mengerjakan penilaian terbaru dari situasi HAM di wilayah barat China, Xinjiang, di mana ada tuduhan luas bahwa sebagian besar Muslim Uighur telah ditahan secara tidak sah, dianiaya, dan dipaksa bekerja.
"Laporan akan dibagikan dengan pemerintah untuk komentar faktual sebelum dipublikasikan," kata Bachelet tentang laporannya tanpa memberikan batas waktu publikasi.
Bachelet melakukan perjalanan ke China bulan lalu yang menuai kritik dari kelompok-kelompok HAM serta beberapa pemerintah Barat, termasuk Amerika Serikat.AS mengatakan kondisi yang diberlakukan otoritas China selama kunjungan itu tidak memungkinkan penilaian yang lengkap dan independen terhadap situasi HAM yang sebenarnya. Di lain pihak, China membantah semua tuduhan pelanggaran HAM di Xinjiang.
Direktur Eksekutif Human Rights Watch Kenneth Roth menyebut perjalanan Bachelet ke China sebagai "bencana yang tak tanggung-tanggung" dan mengkritik Bachelet karena menggunakan istilah China "VETC", untuk pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan, untuk menggambarkan fasilitas penahanan massal di Xinjiang.Dia mengulangi istilah itu dalam pidatonya pada Senin.
Sementara itu mengenai situasi HAM di Rusia, dia mengatakan penangkapan sewenang-wenang sejumlah besar pengunjuk rasa di sana yang menentang invasi ke Ukraina "mengkhawatirkan". Bachelet juga menyuarakan keprihatinan tentang kemunduran hak-hak perempuan dan pembatasan aborsi, mengacu pada AS di mana Mahkamah Agung diperkirakan akan menjatuhkan putusan penting tentang hak aborsi nasional.