REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Naftali Bennett menyambut agenda kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden ke negaranya dan Arab Saudi bulan depan. Menurut Bennett, kunjungan tersebut akan menyingkap langkah AS untuk mengintegrasikan Israel ke Timur Tengah.
“Kunjungan Presiden Biden ke Israel akan memperdalam hubungan khusus dan kemitraan strategis antara kedua negara, serta memperkuat komitmen AS terhadap keamanan dan stabilitas Israel serta kawasan. Kunjungan Presiden (Biden) juga akan menyingkap langkah-langkah yang diambil AS untuk mengintegrasikan Israel ke Timur Tengah dan meningkatkan kemakmuran seluruh kawasan,” kata kantor perdana menteri Israel dalam sebuah pernyataan, Selasa (14/6/2022), dikutip laman Al Arabiya.
Biden diagendakan mengunjungi Israel pada 13-14 Juli mendatang. Itu akan menjadi kunjungan perdananya ke negara tersebut selama menjabat sebagai presiden AS. Dari Israel, pada 15-16 Juli, Biden dijadwalkan bertolak ke Arab Saudi. Israel turut menyambut kunjungan Biden ke Riyadh.
“Israel menyambut baik kunjungan Biden ke wilayah tersebut, termasuk kunjungan pentingnya ke Arab Saudi, dan berterima kasih atas upayanya untuk memperkuat kepentingan bersama negara-negara dan memperluas perdamaian regional,” kata kantor perdana menteri Israel.
Saat berada di Riyadh, Biden akan melakukan pertemuan dengan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud dan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS). Biden dan Pangeran MBS diagendakan melakukan pembicaraan untuk membahas kerja sama bilateral AS-Saudi serta upaya mengatasi ketegangan regional dan global.
Biden turut dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak Dewan Kerja Sama Teluk (GCC). Raja Yordania Abdullah II, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, dan Perdana Menteri Irak Mustafa Al-Kadhimi akan turut berpartisipasi dalam pertemuan tersebut.
Agenda kunjungan Biden ke Israel dan Saudi diumumkan tak lama setelah Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid mengatakan bahwa negaranya sedang menjalin diskusi dengan AS tentang bagaimana Tel Aviv bisa melakukan normalisasi hubungan dengan Riyadh. Lapid mengatakan, negaranya yakin normalisasi relasi diplomatik dengan Saudi mungkin dilakukan. Namun dia mengakui hal itu akan menjadi proses yang panjang dan hati-hati.
“Kami percaya ada kemungkinan untuk melakukan proses normalisasi dengan Arab Saudi, Ini kepentingan kami. Kami sudah mengatakan bahwa ini adalah langkah selanjutnya setelah Abraham Accords (kesepakatan normalisasi Israel dengan beberapa negara Muslim), untuk berbicara tentang proses yang panjang dan hati-hati,” kata Lapid pada 30 Mei lalu, dilaporkan Times of Israel.
Dia menyebut, jika kesepakatan normalisasi dengan Saudi tercapai, hal itu tidak akan menjadi sesuatu yang mengejutkan. Berbeda ketika Israel mengumumkan normalisasi diplomatik dengan Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) pada September 2020 lalu. "Ini tidak akan terjadi dengan cara yang sama seperti terakhir kali. Kami tidak akan bangun di suatu pagi tiba-tiba dan itu akan menjadi kejutan," ucapnya.
Lapid mengklaim saat ini upaya normalisasi dengan Saudi tengah didiskusikan Israel bersama AS dan beberapa negara Teluk Arab. “Kami sedang mengerjakannya dengan Amerika (tentang normalisasi hubungan dengan Saudi), dengan beberapa negara Teluk, dalam segala macam cara,” ujarnya.