REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris menghadapi pemogokan kereta api terbesar dalam beberapa dekade. Peristiwa ini terjadi setelah pembicaraan menit-menit terakhir antara serikat pekerja dan perusahaan kereta api gagal mencapai penyelesaian mengenai gaji dan keamanan kerja.
Sebanyak 40 ribu petugas kebersihan, pemberi sinyal, pekerja pemeliharaan, dan staf stasiun akan mogok kerja selama tiga hari pekan ini. Pemogokan akan dilakukan pada Selasa (21/6/2022), Kamis (23/6/2022), dan Sabtu (25/6/2022).
Pemogokan diperkirakan menutup sebagian besar jaringan kereta api di seluruh negeri. Layanan kereta bawah tanah London Underground juga terkena pemogokan pada Selasa.
Serikat Pekerja Perkeretaapian, Maritim, dan Transportasi mengecap tawaran terbaru pengusaha tidak dapat diterima. Mereka mengatakan, aksi pemogokan yang dijadwalkan pekan ini akan dilanjutkan.
Sekretaris Jenderal serikat pekerja Mick Lynch mengatakan, perusahaan kereta api telah mengusulkan tingkat pembayaran yang sangat di bawah tingkat inflasi yang relevan. Padahal sebelumnya telah terjadi pembekuan gaji beberapa tahun terakhir.
Sekretaris Transportasi Negara Grant Shapps mengatakan, pemogokan itu akan menyebabkan gangguan massal, dengan hanya sekitar 20 persen layanan yang dapat beroperasi. Dia menyalahkan pemogokan tersebut pada serikat pekerja.
Menurut Shapps, serikat pekerja menolak perubahan yang sangat dibutuhkan untuk membuat perkeretaapian cocok untuk dunia pasca-Covid. "Pemogokan ini bukan tentang gaji. Ini tentang serikat pekerja usang yang menentang kemajuan," kata Shapps kepada anggota parlemen.
Serikat pekerja telah mendesak pemerintah terlibat untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Mereka menuduh pemerintahan Konservatif Perdana Menteri Boris Johnson berdiri di sela-sela, sehingga dapat menyalahkan serikat pekerja dan oposisi kiri-moderat Partai Buruh atas gangguan tersebut.
Menurut serikat pekerja, pemerintah belum memberikan fleksibilitas yang cukup bagi perusahaan untuk menawarkan kenaikan gaji yang substansial. Mereka memperingatkan pemogokan musim panas karena inflasi yang melonjak menghantam paket gaji pekerja di seluruh perekonomian.
Jutaan orang di Inggris, seperti di seluruh Eropa, melihat biaya hidup melambung tinggi. Gaji tidak sejalan dengan inflasi, yang telah mencapai 9 persen dan diperkirakan akan meningkat lebih lanjut.
Perang Rusia di Ukraina menekan pasokan energi dan makanan pokok termasuk gandum membuat kondisi kenaikan harga terus terjadi. Harga sudah naik sebelum perang, karena pemulihan ekonomi global dari pandemi Covid-19 memicu permintaan konsumen yang kuat.
Menteri Keuangan Inggris Simon Clarke mengatakan, pekerja harus mendapatkan kenaikan gaji yang masuk akal. Namun, dia menegaskan kenaikan yang terlalu besar akan memicu spiral harga upah yang mendorong inflasi lebih tinggi.