Selasa 21 Jun 2022 20:10 WIB

Benjamin Netanyahu Bersiap Kembali Ambil Kekuasan Israel

Benjamin Netanyahu bersiap merebut posisi pemimpin Israel.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
 Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu
Foto: EPA-EFE/JACK GUEZ / POOL
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Mantan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sedang bersiap menggalang kekuatan untuk kembali ke atas panggung untuk merebut posisi pemimpin Israel. Kesempatan ini terbuka usai pemerintahan Israel yang dipimpin Naftali Bennett membubarkan parlemen pada Senin (20/6/2022).

"Saya pikir angin telah berubah. Saya merasakannya," kata Netanyahu.

Baca Juga

Netanyahu menggambarkan pembubaran parlemen sebagai kabar baik bagi jutaan orang Israel. Dia mengatakan akan membentuk pemerintah nasionalis luas yang dipimpin oleh Likud setelah pemilihan berikutnya.

Tapi Netanyahu juga bersumpah untuk mencoba membentuk pemerintahan alternatif sebelum pemungutan suara parlemen dengan mencoba membujuk beberapa lawannya untuk mendukungnya. Kemungkinan itu tampak tipis, mengingat masa lalu mereka yang menginginkan dia diadili atas serangkaian tuduhan korupsi.

"Ada kebutuhan untuk merehabilitasi negara Israel, dan kami memiliki kemampuan untuk melakukannya,” kata Netanyahu.

Pembubaran parlemen ini menempatkan Israel dalam pemilihan baru yang kelima dalam tiga tahun. Empat pemilihan sebelumnya berfokus kepada kemampuan Netanyahu untuk memerintah saat menghadapi penyelidikan korupsi, meski akhirnya dia menghadapi pengadilan atas tuduhan itu.

Sementara jajak pendapat memproyeksikan Netanyahu sebagai calon terdepan dalam pemilihan terbaru, masih jauh dari kepastian bahwa partai Likud dapat mengamankan mayoritas parlemen yang diperlukan untuk membentuk pemerintahan baru. Meski jajak pendapat memperkirakan bahwa Likud akan sekali lagi muncul sebagai partai tunggal terbesar.

Tapi masih belum jelas apakah Netanyahu akan dapat mengumpulkan dukungan yang diperlukan dari mayoritas anggota parlemen untuk membentuk pemerintahan baru. Presiden Institut Demokrasi Israel Yohanan Plesner mengatakan, perkembangan terbaru menunjukan indikasi yang jelas bahwa krisis politik terburuk Israel tidak berakhir ketika pemerintah ini dilantik.

Terlebih lagi koalisi Bennett masih memiliki pencapaian yang cukup dibanggakan dan suara yang kuat, meski telah kehilangan mayoritas usai beberapa anggota koalisi memutuskan pergi. Koalisi Bennett mencakup beragam partai, mulai dari faksi dovish yang mendukung diakhirinya pendudukan Israel atas tanah yang direbut pada 1967 dan diklaim oleh Palestina, hingga partai garis keras yang menentang kenegaraan Palestina. Banyak pihak memiliki sedikit kesamaan selain permusuhan bersama terhadap Netanyahu.

"Bersama-sama, kami mengeluarkan Israel dari lubang. Banyak hal yang kami capai di tahun ini. Pertama dan terpenting, kami membawa ke tengah panggung nilai-nilai keadilan dan kepercayaan,” kata Bennett, berdiri di samping mitra utamanya, Menteri Luar Negeri Yair Lapid.

Peluang Netanyahu pun semakin terhimpit dengan kesepakatan koalisi Bennett bersama Lapid yang mengepalai partai besar berhaluan tengah Yesh Atid. Lapid sekarang menjadi perdana menteri sementara sampai pemilihan dan memang dipersiapkan menjadi saingan utama Netanyahu.

Berdiri bersama dengan Bennett, Lapid berterima kasih kepada rekannya atas kerja kerasnya dan karena menempatkan negara di atas kepentingan pribadinya. “Bahkan jika kita akan pemilu dalam beberapa bulan, tantangan kita sebagai negara tidak bisa menunggu,” kata Lapid.

“Yang perlu kita lakukan hari ini adalah kembali ke konsep persatuan Israel. Tidak membiarkan kekuatan gelap memisahkan kita dari dalam," ujarnya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement