REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara efektif melarang pejabat Taliban bepergian ke luar negeri. Langkah ini diambil sebagai tanggapan atas pembatasan yang diberlakukan Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan di Afghanistan.
Larangan perjalanan ke luar negeri bagi 15 pejabat Taliban untuk melakukan pembicaraan dan negosiasi berakhir pada Senin (20/6/2022). Sementara larangan pergi ke luar negeri untuk 13 pejabat Taliban lainnya diperpanjang setidaknya selama dua bulan.
Para diplomat PBB mengkonfirmasi kepada Aljazirah bahwa, Dewan Keamanan PBB memutuskan, sebagian besar pejabat senior Taliban masih boleh bepergian ke luar negeri, kecuali dua pejabat Taliban yang bertanggung jawab atas pendidikan di Afghanistan.
Menteri Pendidikan Tinggi Abdul Baqi Basir Awal Shah atau dikenal sebagai Abdul Baqi Haqqani, dan penjabat Wakil Menteri Pendidikan Said Ahmad Shaidkhel dilarang bepergian ke luar negeri, karena kebijakan yang melarang anak perempuan Afghanistan menghadiri sekolah menengah. Larangan tersebut berlaku untuk jangka waktu 60 hari, dengan pembaruan 30 hari kecuali jika anggota Dewan Keamanan mengajukan keberatan.
"Setelah negosiasi yang sulit, Komite Sanksi Taliban PBB mengkompromikan perpanjangan untuk 13 pemimpin Taliban lainnya selama 60 hari ditambah 30 hari,” kata para diplomat, dilansir Aljazirah, Rabu (22/6/2022).
Seorang pejabat tinggi pendidikan Taliban mengkritik keputusan PBB yang memberlakukan larangan pergi ke luar negeri bagi pejabat Taliban. Wakil Menteri Pendidikan Tinggi di bawah kepemimpinan Taliban, Lutfullah Khairkhwa menyebut keputusan PBB itu "dangkal dan tidak adil".
"Keputusan seperti itu hanya akan membuat situasi menjadi lebih kritis," kata Khairkhwa.
Sejak merebut kekuasaan pada Agustus, Taliban telah memberlakukan kebijakan yang membatasi akses pendidikan dan pekerjaan bagi perempuan. Pemimpin tertinggi Taliban juga memerintahkan wanita di Afghanistan untuk menggunakan cadar atau penutup wajah.
Pada Maret, Pemimpin Tertinggi Taliban, Haibatullah Akhunzada memerintahkan agar anak perempuan usia sekolah menengah dilarang kembali ke sekolah. Larangan ini menuai kemarahan internasional.