REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Pelapor Khusus PBB untuk situasi HAM Myanmar, Tom Andrews menilai Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) harus meningkatkan tekanan pada junta Myanmar. Menurutnya jika junta dibiarkan begitu saja akan ada lebih banyak kematian dan penderitaan bagi rakyat Myanmar.
"Jelas, lebih banyak yang harus dilakukan. Semakin lama kita menunggu, semakin tidak ada tindakan, semakin banyak orang akan mati, semakin banyak orang akan menderita, " ujar Andrews seperti dikutip laman Channel News Asia, Kamis (23/6/2022).
"Rakyat Myanmar tidak bisa diam lagi selama satu tahun," ujar Andrews, berbicara pada akhir kunjungan ke negara anggota ASEAN, Malaysia.
Dia mengatakan konsensus lima poin yang disepakati pada pertemuan pemimpin ASEAN di Jakarta pada April 2021, tidak ada artinya jika hanya tertera di selembar kertas. "Satu-satunya kesempatan untuk membuat perbedaan adalah jika itu dilakukan dengan tindakan yang berarti," katanya.
Dia mengatakan Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah telah menyarankan langkah maju yang praktis dan pragmatis. Ia juga telah mendesak para pemimpin regional untuk mengindahkan rekomendasinya.
Beberapa negara ASEAN telah berbicara menentang pengambilalihan militer, tetapi yang lain tampak enggan mengambil sikap tegas. Pada Januari, penguasa otoriter Kamboja Hun Sen melakukan perjalanan pertama oleh seorang pemimpin asing ke Myanmar sejak kudeta.
Menurut para kritikus, kunjungan itu merusak upaya untuk mengisolasi para jenderal. Kamboja saat ini memegang kepemimpinan bergilir ASEAN. Menteri pertahanan junta juga menghadiri pertemuan kepala pertahanan blok di Phnom Penh pada Rabu.
Andrews juga mengatakan tidak masuk akal" untuk menyarankan bahwa pemilihan yang direncanakan oleh junta untuk tahun depan bisa bebas dan adil. "Anda tidak dapat memiliki pemilihan yang bebas dan adil jika Anda telah mengunci lawan Anda," katanya.
Sementara itu, pemimpin Myanmar yang digulingkan Aung San Suu Kyi telah divonis bersalah atas sejumlah dakwaan dan sejauh ini dijatuhi hukuman 11 tahun penjara. Myanmar berada dalam kekacauan dan ekonominya lumpuh sejak kudeta Februari 2021 yang menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
Upaya 10 anggota ASEAN untuk membawa perdamaian ke negara itu terhenti karena pertempuran terus berkecamuk. Myanmar merupakan salah satu negara anggota ASEAN.
Tahun lalu, konsensus lima poin menyerukan penghentian kekerasan dan dialog konstruktif, tetapi junta mengabaikannya. Perpecahan di ASEAN, yang telah lama dikritik sebagai upaya omong kosong, juga memperumit upaya untuk menyelesaikan krisis.