REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA–Arab Saudi dan Turki menyatakan rencana mereka untuk meluncurkan era baru kerja sama antardua negara, Rabu (22/6/2022). Kesepakatan itu terjadi setelah kunjungan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman ke Turki.
Putra Mahkota setuju dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk bekerja menuju hubungan yang lebih erat di beberapa bidang, termasuk ekonomi, energi dan pertahanan.
Kedua pemimpin membahas tekad bersama untuk meningkatkan kerja sama dalam hubungan bilateral antara kedua negara termasuk di bidang politik, ekonomi, militer, keamanan dan budaya.
“Kedua belah pihak juga menyampaikan aspirasi mereka untuk bekerja sama di bidang energi, termasuk minyak bumi, penyulingan dan petrokimia, efisiensi energi, listrik, energi terbarukan, inovasi dan teknologi bersih untuk sumber daya hidrokarbon, bahan bakar rendah karbon dan hidrogen, dan untuk bekerja pada melokalisasi produk sektor energi dan rantai pasokan terkait, dan mengembangkan proyek yang terkait dengan bidang ini,” lapor kantor berita SPA dilansir dari Al Arabiya, Kamis (23/6/2022).
“Kedua pihak menegaskan upaya mereka untuk mengintensifkan kerja sama, koordinasi dan pertukaran pandangan tentang isu-isu penting di arena regional dan internasional, dengan cara yang berkontribusi untuk mendukung dan memperkuat keamanan dan stabilitas di kawasan dan dukungan untuk solusi politik untuk semua krisis di negara-negara di kawasan itu,"tambah pernyataan itu.
Putra Mahkota meninggalkan Ankara pada hari Rabu untuk menuju kembali ke Kerajaan mengakhiri turnya yang membawanya ke Mesir dan Yordania.
Ini merupakan kunjungan pertama Putra Mahkota ke Turki sejak pembunuhan brutal yang mengejutkan dunia dan memberikan pukulan berat bagi hubungan antara kedua negara.
Turki sudah memiliki hubungan yang tegang dengan Arab Saudi karena dukungannya untuk Qatar selama blokade yang dipimpin Riyadh di negara Teluk itu. Hubungan itu kemudian membeku selama tiga tahun setelah pembunuhan Khashoggi.
Arab Saudi menanggapi saat itu dengan boikot tidak resmi terhadap impor Turki, yang memberi tekanan pada ekonomi Turki. Sekarang dengan inflasi tinggi dan krisis biaya hidup setahun sebelum pemilihan presiden, Erdogan mencari dukungan dari negara-negara Teluk.