REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS— Kementerian Dalam Negeri Tunisia mengatakan pada Jumat (24/6/2022) bahwa pihaknya memiliki informasi tentang ancaman serius terhadap nyawa presiden.
Kementerian itu mengatakan pihaknya telah menggagalkan apa yang disebutnya serangan terpisah di dekat sinagoga, yang menambah kekhawatiran atas krisis politik yang meningkat. Kemendagri mengatakan elemen internal dan eksternal terlibat dalam rencana yang menargetkan presiden.
Juru bicara Kemendagri, Fadhila Khelifi, mengatakan dalam konferensi pers bahwa "tujuan ancaman itu adalah untuk merongrong keamanan publik Tunisia".
Dalam apa yang dikatakan kementerian itu sebagai insiden terpisah, seorang penyerang ditangkap setelah melukai dua polisi saat menargetkan pos keamanan di luar sinagoga Tunis semalam, kata seorang pejabat keamanan.
Lawan-lawan Presiden Kais Saied menuduh sang presiden melakukan kudeta karena merebut sebagian besar kekuasaan musim panas lalu untuk memerintah dengan dekret dan mempersiapkan konstitusi baru yang dia rencanakan untuk dimasukkan ke dalam referendum bulan depan.
Penolakan terhadap langkah Saied telah meluas selama beberapa bulan terakhir karena hampir semua partai politik besar serta serikat buruh yang kuat telah menentang rencananya, mengadakan demonstrasi jalanan untuk menentangnya.
Namun meski pengkritik presiden mengatakan langkahnya telah menimbulkan kekhawatiran atas hak dan kebebasan yang diperoleh dalam revolusi 2011 yang melahirkan demokrasi, tidak ada tindakan keras yang meluas terhadap oposisi.
Saied mengatakan langkahnya legal dan diperlukan untuk menyelamatkan Tunisia dari kelumpuhan politik dan stagnasi ekonomi selama bertahun-tahun.
Tunisia memiliki minoritas sejumlah kecil orang Yahudi dan menjadi tuan rumah ziarah tahunan bagi salah satu sinagoga tertua di Afrika, di Pulau Djerba. Sebuah serangan Alqaeda di sana pada 2002 menewaskan 21 pengunjung.