Ahad 26 Jun 2022 10:18 WIB

Akibat Gempa Bumi Dahsyat, Taliban Minta Pembebasan Dana yang Dibekukan

Bencana ini membebani sistem kesehatan negara yang rapuh dan ujian bagi Taliban

Rep: Alkhaledi kurnialam / Red: Hiru Muhammad
Petugas keamanan dan penyelamat Taliban mensurvei rumah yang rusak setelah gempa bumi di desa Gayan di provinsi Paktia, Afghanistan, 22 Juni 2022. Lebih dari 1.000 orang tewas dan lebih dari 1.500 lainnya terluka setelah gempa berkekuatan 5,9 melanda Afghanistan timur sebelum fajar pada 22 Juni, Kantor Berita Bakhtar yang dikelola pemerintah Afghanistan melaporkan. Menurut pihak berwenang, jumlah korban tewas kemungkinan akan meningkat.
Foto: EPA-EFE/STRINGER BEST QUALITY AVAILABLE
Petugas keamanan dan penyelamat Taliban mensurvei rumah yang rusak setelah gempa bumi di desa Gayan di provinsi Paktia, Afghanistan, 22 Juni 2022. Lebih dari 1.000 orang tewas dan lebih dari 1.500 lainnya terluka setelah gempa berkekuatan 5,9 melanda Afghanistan timur sebelum fajar pada 22 Juni, Kantor Berita Bakhtar yang dikelola pemerintah Afghanistan melaporkan. Menurut pihak berwenang, jumlah korban tewas kemungkinan akan meningkat.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL–Pemerintahan Taliban Afghanistan meminta pemerintah internasional untuk mencabut sanksi dan pembekuan aset bank sentral yang dibekukan. Terutama setelah gempa yang menewaskan lebih dari 1.000 orang dan menyebabkan ribuan orang kehilangan tempat tinggal pekan ini. 

Gempa berkekuatan magnitudo 6,1 yang melanda bagian Timur negara itu pada Rabu (22/6/2022) pagi, merusak dan menghancurkan 10.000 rumah dan juga melukai sekitar 2.000 orang. Bencana ini membebani sistem kesehatan negara yang rapuh dan menjadi ujian besar bagi Taliban yang berkuasa."Imarah Islam meminta dunia untuk memberikan hak paling dasar kepada warga Afghanistan, yaitu hak mereka untuk hidup dan itu melalui pencabutan sanksi dan pencairan aset kami dan juga memberikan bantuan," kata Juru bicara kementerian luar negeri, Abdul Qahar Balkhi dilansir dari The New Arab, Sabtu (25/6/2022).

Baca Juga

Sementara bantuan kemanusiaan terus mengalir ke Afghanistan, dana yang dibutuhkan untuk pembangunan jangka panjang terhenti ketika Taliban menguasai negara itu Agustus lalu ketika pasukan asing menarik diri.

Kelompok itu tidak secara resmi diakui oleh pemerintah internasional. Miliaran dolar dalam cadangan bank sentral Afghanistan tetap dibekukan di luar negeri dan sanksi menghambat sektor perbankan karena Barat mendorong konsesi pada hak asasi manusia.

Pemerintah Barat sangat prihatin dengan hak-hak perempuan dan anak perempuan untuk bekerja dan belajar di bawah pemerintahan Taliban.  Pada bulan Maret, kelompok tersebut menghentikan pembukaan sekolah menengah untuk anak perempuan.

Ditanya tentang masalah ini, Balkhi mengatakan hak warga Afghanistan untuk dana penyelamatan jiwa harus menjadi prioritas, menambahkan bahwa masyarakat internasional menangani masalah hak asasi manusia secara berbeda tergantung pada negara yang terlibat.

"Apakah aturan ini universal, Karena Amerika Serikat baru saja mengesahkan undang-undang anti-aborsi," kata Balkhi, mengacu pada putusan Mahkamah Agung AS pada hari Jumat tentang keputusan penting Roe v. Wade yang mengakui hak perempuan untuk melakukan aborsi.

 "Enam belas negara di dunia telah merampas hak-hak agama minoritas khususnya umat Islam apakah mereka juga menghadapi sanksi karena melanggar hak?," tambahnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement