REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia pada Selasa (28/6/2022) menepis tuduhan bahwa mereka telah menyerang sebuah pusat perbelanjaan di Kota Kremenchuk, Ukraina dengan rudal. Rusia mengatakan, mereka menyerang depot senjata Amerika Serikat (AS) dan Eropa di dekatnya yang memicu ledakan dan kebakaran di mal.
Kementerian Pertahanan Rusia menolak laporan Ukraina yang menuding Moskow atas serangan rudal di sebuah mal. Rusia mengatakan, mereka telah mengenai sasaran militer yang sah di Kota Kremenchuk. Rusia mengklaim pusat perbelanjaan yang ada di sekitar gudang penyimpanan senjata sudah tidak digunakan. Reuters tidak dapat memverifikasi secara independen akun Rusia, atau klaim Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bahwa Rusia sengaja menyerang pusat perbelanjaan untuk menargetkan warga sipil.
"Di Kremenchuk, pasukan Rusia menyerang gudang penyimpanan senjata yang dikirim dari Amerika Serikat dan Eropa, dengan senjata berbasis udara presisi tinggi," kata Kementerian Pertahanan Rusia dalam sebuah pernyataan.
"Ledakan amunisi yang disimpan untuk senjata Barat menyebabkan kebakaran di pusat perbelanjaan yang tidak digunakan, yang terletak di sebelah depot," ujar Kementerian Pertahanan Rusia menambahkan.
Petugas pemadam kebakaran dan militer melakukan pencarian korban selamat di antara reruntuhan sebuah pusat perbelanjaan di Ukraina pada Selasa (28/6). Serangan rudal Rusia menghantam pusat perbelanjaan di Kota Kremenchuk dan menewaskan sedikitnya 16 orang.
Orang-orang yang kehilangan anggota keluarganya berkumpul di sebuah hotel di seberang jalan. Petugas penyelamat telah mendirikan sebuah pangkalan setelah serangan rudal Rusia pada Senin (27/6) di sebuah mal yang sibuk.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan, lebih dari 1.000 orang berada di dalam mal ketika dua rudal Rusia menyerang. Layanan darurat Ukraina mengatakan, sedikitnya 16 orang tewas dan 59 terluka.
"Ini bukan serangan yang tidak disengaja, ini adalah serangan Rusia yang diperhitungkan tepat di pusat perbelanjaan ini," kata Zelenskyy.
Zelenskyy mengatakan, jumlah korban tewas kemungkinan bisa meningkat. Sementara kantor kejaksaan Ukraina mengatakan, lebih dari 40 orang dilaporkan hilang.
Seorang penyintas yang menerima perawatan di rumah sakit umum Kremenchuk, Ludmyla Mykhailets (43 tahun) mengatakan, dia sedang berbelanja dengan suaminya ketika terjadi ledakan. Dia terlempar ke udara dan reruntuhan menghantam tubuhnya dengan keras.
“Saya terbang dan serpihan menghantam tubuh saya. Seluruh tempat itu runtuh," kata Mykhailets.
Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyanskiy, menuduh Ukraina menggunakan insiden itu untuk mendapatkan simpati menjelang pertemuan puncak aliansi militer NATO pada 28-30 Juni. “Kita harus menunggu apa yang akan dikatakan Kementerian Pertahanan kita, tetapi sudah terlalu banyak perbedaan mencolok,” tulis Polyanskiy di Twitter.
Rusia telah berulang kali membantah menargetkan wilayah sipil dalam operasi militer khusus di Ukraina yang berlangsung sejak Februari. PBB mengatakan sedikitnya 4.700 warga sipil telah tewas sejak Rusia menginvasi Ukraina. Presiden Rusia Vladimir Putin telah berulang kali mengatakan bahwa, alasan Kremlin melancarkan operasi militer khusus adalah untuk melindungi penutur bahasa Rusia di Donbas dari penganiayaan dan serangan oleh Ukraina.
Ukraina dan Barat mengatakan, Rusia melancarkan perang tanpa alasan karena melawan negara berdaulat. Kiev mengatakan, klaim Rusia atas penganiayaan penutur bahasa Rusia adalah dalih tak berdasar untuk invasi. Konflik di Ukraina timur dimulai pada 2014 setelah Rusia mencaplok Krimea, ketika pasukan yang didukung Rusia memerangi angkatan bersenjata Ukraina.