REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – China telah mengecam Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) karena menyebutnya melakukan kebijakan koersif yang menentang aliansi pertahanan tersebut. Hal itu diungkap NATO dalam dokumen konsep strategis terbarunya.
“Apa yang disebut dokumen konsep strategis baru NATO mengabaikan fakta, merancukan hitam dan putih, (dan) menodai kebijakan luar negeri China,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China Zhao Lijian dalam pengarahan pers, Kamis (30/6/2022), dikutip laman resmi Kemenlu China.
Zhao menegaskan, China menentang dokumen konsep strategis terbaru NATO. “Kami ingin memperingatkan NATO bahwa meningkatkan apa yang disebut ancaman China benar-benar sia-sia,” ujarnya.
Dia menekankan, China tidak menimbulkan tantangan sistemik seperti yang digambarkan NATO. Sebaliknya, Zhao menilai, NATO yang merupakan tantangan bagi perdamaian dan stabilitas dunia. “Tangannya ternoda oleh darah rakyat dunia,” kata Zhao.
NATO untuk pertama kalinya menyebut China menentang aliansi pertahanan tersebut. Mereka pun menuding Beijing berusaha menumbangkan tatanan internasional berbasis aturan.
“Republik Rakyat China menyatakan ambisi dan kebijakan koersif menentang kepentingan, keamanan, dan nilai-nilai kami,” demikian bunyi konsep strategis NATO yang diterbitkan pada pertemuan puncak NATO di Madrid, Spanyol, Rabu (29/6/2022).
NATO kemudian menuding China menargetkan negara anggota aliansi pertahanan tersebut dengan operasi hibrida dan siber yang berbahaya serta retorika konfrontatifnya. “China berusaha untuk menumbangkan tatanan internasional berbasis aturan, termasuk di ruang angkasa, dunia maya, dan domain maritim,” katanya.
Dokumen panduan NATO, yang diperbarui untuk pertama kalinya sejak 2010, menempatkan Rusia sebagai ancaman paling signifikan dan langsung terhadap keamanan sekutu setelah invasi ke Ukraina. Menurut NATO, hubungan yang kian erat antara Rusia dan China berlawanan dengan nilai serta kepentingan mereka.