REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Presiden China Xi Jinping menghadiri peringatan 25 tahun kembalinya Hong Kong dari Inggris ke China daratan. Dalam pidatonya, Xi mengangkat keberhasilan formula pemerintahan satu negara dua sistem di bawah yurisdiksi komprehensif China.
“Untuk sistem yang baik seperti ini, tidak ada alasan sama sekali untuk mengubahnya. Ini harus dipertahankan dalam jangka panjang,” kata Xi.
Xi mengatakan, China akan mendukung peran Hong Kong sebagai pusat keuangan dan perdagangan internasional. Pada 2019, aksi protes besar-besaran terjadi di Hong Kong karena meningkatnya campur tangan pemerintah China. Protes pro demokrasi ini memicu bentrokan dan kekerasan dengan aparat keamanan, serta membuat situasi Hong Kong tegang.
Protes besar-besaran tersebut mendorong Beijing untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional, yang melarang tindakan seperti subversi dengan kemungkinan hukuman penjara seumur hidup. Xi mengatakan, situasi Hong Kong kini telah stabil dan China tidak akan membiarkan kerusuhan pada 2019 kembali terulang.
“Setelah mengalami angin dan hujan yang menyakitkan semua orang, maka Hong Kong tidak boleh menjadi kacau lagi. Pembangunan Hong Kong tidak dapat ditunda lagi, dan gangguan apa pun harus dihilangkan," kata Xi.
Pihak berwenang mengerahkan pasukan keamanan besar-besaran, termasuk memblokir jalan dan wilayah udara di sekitar Pelabuhan Victoria. Bendera China dan Hong Kong berkibar sepanjang jalan, beserta poster yang menyatakan “era baru” stabilitas, yang menghiasi distrik di seluruh kota.
Xi tidak menghadiri upacara pengibaran bendera tradisional pada Jumat. Media melaporkan, Xi menginap di Shenzhen setelah tiba di Hong Kong pada Kamis (30/6/2022). Kunjungan Xi ke Hong Kong adalah yang pertama sejak 2017. Beberapa analis menilai kunjungan Xi sebagai tur kemenangan, setelah Beijing berhasil memperketat kendali atas Hong Kong.
“Apa yang terjadi selama 25 tahun terakhir telah membuktikan bahwa masa depan dan nasib Hong Kong harus berada di tangan para patriot yang akan menangis dengan bangga karena menjadi orang China. Peremajaan besar bangsa China tidak dapat diubah dan masa depan Hong Kong akan lebih cerah," ujar laporan tabloid nasionalis Global Times, yang diterbitkan oleh media resmi Partai Komunis, People's Daily.
Tidak ada aksi protes ketika peringatan 25 tahun kembalinya Hong Kong ke China dimulai. Politisi oposisi dan aktivis demokrasi Hong Kong yang paling vokal berada di penjara atau pengasingan diri. Mereka dihukum berdasarkan undang-undang keamanan nasional yang disahkan oleh Beijing.
"Ini adalah akhir dari sebuah era, ini adalah akhir dari 'satu negara, dua sistem'. Ini adalah kota yang tidak lagi dikenali," kata aktivis Hong Kong, Samuel Chu, kepada Reuters dari Oslo, Norwegia.
Inggris mengembalikan Hong Kong ke pemerintahan China pada 1 Juli 1997. Beijing menjanjikan otonomi luas, hak individu yang tidak terkekang, dan independensi peradilan setidaknya hingga 2047. Para kritikus menuduh pihak berwenang China telah menginjak-injak kebebasan itu dengan mengesahkan undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan oleh Beijing di Hong Kong pada 2020.