REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Palace Museum yang terkenal mulai memajang artefak di Hong Kong pada Ahad (3/7/2022). Karya kaligrafi dan lukisan di atas sutra yang berusia lebih dari 1.000 tahun ditampilkan dalam pameran, bertempat di gedung tujuh lantai di distrik seni tepi pelabuhan yang baru dikembangkan.
Karya seni akan dikembalikan ke Beijing untuk diamankan setelah 30 hari, tetapi para pemimpin Partai Komunis ingin dampak budaya dan politik pameran bertahan lebih lama. Terlepas dari latar belakang itu, direktur museum Louis Ng menyatakan, ruang di Hong Kong bukan hanya cabang dari Beijing Palace Museum.
"Kami memiliki visi, identitas, dan juga otonomi dalam operasi dan keputusan kuratorial kami sendiri," kata Ng.
Pembukaan pameran dilakukan hanya dua hari setelah pemimpin China Xi Jinping menandai ulang tahun kembalinya Hong Kong ke daratan. Dalam pidato yang menekankan pengawasan Beijing dengan visi satu negara, dua sistem.
Xi memuji kota itu karena telah mengatasi kerusuhan sosial yang penuh kekerasan, referensi untuk protes pro-demokrasi besar-besaran pada 2019. Peristiwa ini diikuti oleh tindakan keras yang telah memadamkan perbedaan pendapat dan menutup media independen.
Undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan oleh Beijing telah membuat para kritikus pemerintah yang belum pindah ke luar negeri dipenjara atau diintimidasi untuk diam. Tindakan ini menyelaraskan Hong Kong secara erat dengan pengawasan yang dilakukan di daratan dan di wilayah luar Tibet, Xinjiang, dan Mongolia Dalam.
Selain politik, pengawasan ini semakin mengambil elemen budaya dan bahasa. Pembukaan museum yang terjadi pada pekan lalu ini dilakukan sepenuhnya dalam bahasa nasional Mandarin, bukan bahasa Kanton asli Hong Kong.
Pembangunan Palace Museum di Hong Kong dinilai kontroversial karena kurangnya konsultasi publik dan mengejutkan banyak warga Hong Kong. Wakil direktur museum Daisy Wang mengatakan, pameran kali ini adalah kesempatan sekali seumur hidup untuk melihat beberapa karya seni lukis dan kaligrafi paling langka dalam sejarah seni China," ujarnya.
Koleksi ini dibangun selama dinasti Ming dan Qing dan banyak dari karya terbaiknya sekarang berada di pulau Taiwan. Taipei mengambil koleksi tersebut setelah Komunis merebut kekuasaan di daratan pada 1949.