REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Perusahaan media sosial Twitter menjalani proses peradilan untuk menentang Pemerintah India yang memerintahkannya memblokir konten di platformnya. Itu menjadi kasus terbaru antara Twitter dan otoritas India yang dituduh berusaha membungkam kritik, baik secara langsung maupun daring.
Harian Indian Express dalam laporannya pada Rabu (6/7/2022) mengungkapkan, dalam kasus yang diajukan ke pengadilan di Bangalore itu, Twitter menuduh bahwa dasar dari banyak akun dan konten yang ditandai otoritas India sangat “berlebihan dan sewenang-wenang” serta “tidak proporsional”. Menurut beberapa sumber, kepada pengadilan, Twitter menjelaskan, kementerian India gagal membuktikan soal bagaimana konten yang ingin dihapus melanggar aturan teknologi informasi.
Twitter dan pemerintah India masih menolak kasus yang tengah bergulir di pengadilan tersebut. Pekan lalu, Twitter mengonfirmasi bahwa otoritas India telah memintanya melakukan penyensoran secara lokal terhadap sejumlah akun dan puluhan unggahan, termasuk di dalamnya yang berbicara tentang menurunnya kebebasan berbicara di negara tersebut.
Saat ini terdapat lebih dari 20 juta pengguna Twitter di India. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintahan Perdana Menteri India Narendra Modi yang berhaluan Hindu nasionalis memang telah berusaha memiliki kontrol lebih besar atas konten-konten di media sosial.
Tahun lalu, saat kelompok petani menggelar demonstrasi besar-besaran terhadap pemerintah, Twitter diminta menghapus puluhan akun yang mendukung aksi tersebut. Namun permintaan itu tak dipenuhi dan akhirnya membuat pemerintah India geram.
India menuding Twitter sengaja mengabaikan aturan teknologi informasi terbaru yang mulai berlaku pada Mei 2021. Para kritikus telah mengkhawatirkan bahwa aturan itu dapat digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat.
Pemerintah India pun diketahui pernah memerintahkan Twitter dan Facebook untuk menghapus puluhan unggahan yang mengkritisi penanganan pandemi Covid-19 oleh pemerintahan Narendra Modi.