REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kantor kepresidenan Korea Selatan (Korsel) mengatakan Presiden Yoon Suk-yeol menunda pertemuan informal dengan pers yang biasanya digelar hampir setiap hari sejak ia mulai menjabat bulan Mei lalu. Alasannya karena kenaikan infeksi Covid-19.
Sementara itu, jajak pendapat menunjukkan dukungan terhadapnya mulai menurun. Pengumuman ini mengakhiri konferensi pers bebas yang merupakan terobosan Yoon dalam meningkatkan transparansi di tengah gejolak dan skandal partai.
Jajak pendapat Realmeter pada Senin (11/7/2022) menunjukkan dukungan pada Yoon turun menjadi 37 persen. Setelah sempat mencapai 52 persen pada pekan pertama bulan Juni lalu. Jajak pendapat terbaru juga menunjukkan 57 persen responden kecewa dengan performanya.
Dalam pernyataannya kantor kepresidenan Korsel mengatakan kegiatan Yoon yang lain juga dibatasi. Juru bicara akan lebih banyak mengeluarkan pernyataan tertulis bersama foto dan video dibandingkan konferensi pers langsung.
"Mengingat kerentanan penyebaran infeksi penyakit kami meminta pengertian anda," kata kantor presiden Korsel.
Pihak berwenang kesehatan sudah memperingatkan Negeri Ginseng dapat mengalami gelombang infeksi baru. Sejumlah pakar memprediksi ratusan ribu kasus baru dalam beberapa pekan kedepan.
Pada Senin ini Korsel mencatat 12.693 kasus infeksi sehingga total kasus di negara itu menjadi 18.524.583. Sementara jumlah kematian bertambah 18 sehingga total kasus kematian Covid-19 sejak awal pandemi menjadi 24.661.
Setelah menahan penyebaran virus dan kematian dengan pelacakan dan karantina yang ketat. Korsel menekan kasus infeksi dan kematian walaupun terdapat gelombang besar virian omicron tahun ini.
Skandal telah merugikan dua nominasi untuk jabatan satu kementerian. Pertama kalinya hal ini terjadi dalam sejarah Korsel. Sejumlah pejabat yang dipilih Yoon juga dipertanyakan etisnya.
Pada Jumat (8/7) lalu People Power Party (PPP) yang berkuasa dipaksa memecat pemimpinnya Lee Jun-seok atas pelecehan seksual tahun 2013 lalu.