Rabu 13 Jul 2022 07:48 WIB

WHO: Covid-19 Tetap Jadi Keadaan Darurat Global

Evolusi virus sedang berlangsung dan Covid-19 masih darurat

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
 Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, Covid-19 tetap menjadi keadaan darurat global.
Foto: AP/Denis Balibouse/Reuters Pool
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, Covid-19 tetap menjadi keadaan darurat global.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (12/7/2022) mengatakan, Covid-19 tetap menjadi keadaan darurat global. Pandemi Covid-19 telah melanda dunia selama hampir 2,5 tahun.

Komite Darurat WHO mengatakan, meningkatnya kasus, evolusi virus yang sedang berlangsung dan tekanan pada layanan kesehatan di sejumlah negara menandakan bahwa Covid-19 masih darurat. Dalam dua pekan terakhir, WHO menerima laporan kenaikan kasus Covid-19 sebanyak 30 persen secara global.

Baca Juga

"Covid-19 belum berakhir. Ketika virus memukul kita, maka kita harus melawan," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

WHO pertama kali menyatakan tingkat kewaspadaan tertinggi, yang dikenal sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional Covid-19 pada 30 Januari 2020. Tekad semacam itu dapat membantu mempercepat penelitian, pendanaan, dan langkah-langkah kesehatan masyarakat internasional untuk mengatasi penyakit.

Tedros mengatakan  kemampuan untuk melacak evolusi genetik Covid-19 berada di bawah ancaman, ketika negara-negara melonggarkan upaya pengawasan dan pengurutan genetik. Tedros memperingatkan bahwa, kelalaian tersebut akan membuat lebih sulit untuk menangkap varian baru yang berpotensi berbahaya.

Tedros menyerukan kepada seluruh negara untuk meningkatkan vaksinasi Covid-19, terutama bagi populasi yang paling rentan, termasuk petugas kesehatan dan orang-orang di atas 60 tahun. Tedros mengatakan, rendahnya tingkat vaksinasi Covid-19 berisiko menimbulkan penyakit parah dan kematian.

Tedros mengatakan, lebih dari 1,2 miliar vaksin Covid-19 telah diberikan secara global. Sementara tingkat imunisasi rata-rata di negara-negara miskin adalah sekitar 13 persen.

“Jika negara-negara kaya memvaksinasi anak-anak sejak usia 6 bulan dan berencana untuk melakukan putaran vaksinasi lebih lanjut, maka ini tidak seimbang dengan negara-negara berpenghasilan rendah yang belum meningkatkan vaksinasi bagi mereka yang paling berisiko,” kata Tedros.

Menurut angka yang dikumpulkan oleh Oxfam dan Aliansi Vaksin Rakyat, kurang dari setengah dari 2,1 miliar vaksin yang dijanjikan kepada negara-negara miskin oleh negara anggota Kelompok Tujuh (G7) telah dikirim. Awal bulan ini, Amerika Serikat mengizinkan vaksin Covid-19 untuk bayi dan anak-anak prasekolah. Amerika Serikat meluncurkan rencana imunisasi nasional yang menargetkan 18 juta anak balita. Regulator Amerika juga merekomendasikan agar beberapa lansia di atas 60 tahun mendapatkan booster tambahan pada musim gugur.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement