Ahad 17 Jul 2022 06:34 WIB

Sudan Berlakukan Jam Malam Usai Bentrokan Mematikan

Bentrokan antar suku menewaskan 31 orang dan melukai 39 lainnya.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Pihak berwenang Sudan memberlakukan jam malam di dua kota sebelah tenggara negara-negara bagian Nil Biru yang terletak dekat perbatasan dengan Ethiopia. Langkah ini diambil beberapa hari setelah bentrokan antar suku menewaskan 31 orang dan melukai 39 lainnya.
Foto: AP Photo/Marwan Ali
Pihak berwenang Sudan memberlakukan jam malam di dua kota sebelah tenggara negara-negara bagian Nil Biru yang terletak dekat perbatasan dengan Ethiopia. Langkah ini diambil beberapa hari setelah bentrokan antar suku menewaskan 31 orang dan melukai 39 lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Pihak berwenang Sudan memberlakukan jam malam di dua kota sebelah tenggara negara-negara bagian Nil Biru yang terletak dekat perbatasan dengan Ethiopia. Langkah ini diambil beberapa hari setelah bentrokan antar suku menewaskan 31 orang dan melukai 39 lainnya.

Sejak Rabu (13/7) lalu bentrokan yang dipicu kematian seorang petani menyebar ke beberapa kota. Dalam pernyataannya pemerintah daerah negara-negara bagian Nil Biru mengatakan pasukan keamanan sudah melakukan penangkapan dan mengendalikan situasi.

Baca Juga

Dalam pernyataan yang dirilis Sabtu (16/7) itu disebutkan sebanyak 16 toko rusak dan Kota Damazin dan Roseires memberlakukan jam malam selama satu hari.

Terjadi kekerasan sporadis di beberapa wilayah di Sudan termasuk di kawasan pantai timur dan barat Darfur. Meski sudah ada perjanjian damai yang ditandatangani dengan kelompok-kelompok pemberontak pada 2020 lalu.

People's Liberation Movement-North yang merupakan faksi paling kuat di Sudan tidak menandatangani perjanjian itu. Kelompok tersebut aktif di Kordofan Selatan dan negara-negara bagian Nil Biru.

Militer Sudan merebut kekuasaan dari pemerintah transisi yang dipimpin sipil pada 2021 lalu. Tindakan militer itu memicu unjuk rasa massal anti-militer yang berlangsung selama delapan bulan lebih.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement