REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemerintah Iran menuduh Washington memprovokasi ketegangan yang terjadi di Timur Tengah selama ini. Pernyataan ini diungkapkan sehari setelah Presiden AS Joe Biden mengakhiri tur ke Arab Saudi dan musuh bebuyutan Israel.
"Washington sekali lagi menggunakan kebijakan Iran phobia yang gagal, mencoba menciptakan ketegangan dan krisis di kawasan itu," kata juru bicara kementerian luar negeri Iran Nasser Kanani dalam sebuah pernyataan dilansir dari The New Arab, Ahad (17/7/2022).
Komentar itu muncul setelah Biden pada Sabtu kemarin bersumpah bahwa Amerika Serikat tidak akan menoleransi upaya negara mana pun untuk mendominasi negara lain di kawasan itu melalui peningkatan militer, serangan, dan atau ancaman.
Kunjungan pertama Biden ke Timur Tengah terjadi hanya beberapa hari sebelum Presiden Rusia Vladimir Putin akan mengunjungi Teheran pada 19 Juli.
Biden, dalam pidatonya di kota Jeddah, Arab Saudi pada pertemuan puncak yang mempertemukan enam anggota Dewan Kerjasama Teluk serta Mesir, Yordania dan Irak, meyakinkan para pemimpin Arab bahwa Washington akan tetap sepenuhnya terlibat di Timur Tengah.
"Kami tidak akan pergi dan meninggalkan kekosongan untuk diisi oleh China, Rusia atau Iran," kata Biden.
Setelah pertemuan itu, sebuah pernyataan bersama menyebut bahwa para pemimpin itu setuju untuk melestarikan keamanan dan stabilitas regional. Ini juga menggarisbawahi upaya diplomatik untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir.
Teheran, yang menyangkal berusaha membangun bom nuklir, menepis komentar yang dibuat di Jeddah.
"Tuduhan palsu ini sejalan dengan kebijakan hasutan Washington di kawasan itu," kata Kanani.