Senin 18 Jul 2022 18:05 WIB

Pemerintah Thailand Retas Ponsel Aktivis Demokrasi Pakai Spyware Israel

Pemerintah Thailand menggunakan Pegasus untuk meretas aktivis demokrasi.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Pegasus, perangkat mata-mata buatan Israel
Foto: Republika
Pegasus, perangkat mata-mata buatan Israel

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Peneliti keamanan siber Citizen Lab dan iLaw mengatakan, ponsel para aktivis Thailand yang terlibat dalam protes pro-demokrasi diretas. Pemerintah Thailand menggunakan Pegasus yang merupakan spyware diproduksi oleh perusahaan keamanan siber yang berbasis di Israel NSO Group.

Penyelidik dari kelompok penelitian keamanan siber ini menemukan bahwa setidaknya 30 orang terkena serangan siber. Mereka termasuk aktivis, cendekiawan, dan orang-orang yang bekerja dengan kelompok masyarakat sipil.

Baca Juga

Mereka yang perangkatnya diserang entah terlibat dalam protes pro-demokrasi yang berlangsung antara 2020-2021 atau secara terbuka mengkritik monarki Thailand. Kedua kelompok mengatakan, pengacara yang membela para aktivis juga berada di bawah pengawasan digital tersebut.

Spyware Pegasus dikenal dengan “zero-click exploits” yang berarti dapat diinstal dari jarak jauh ke ponsel target, tanpa target harus mengklik tautan apa pun atau mengunduh perangkat lunak. Produk NSO Group, termasuk perangkat lunak Pegasus, biasanya hanya dilisensikan kepada badan intelijen dan penegak hukum pemerintah untuk menyelidiki terorisme dan kejahatan serius.

Laporan oleh Citizen Lab dan iLaw tidak menuduh aktor pemerintah tertentu, tetapi penggunaan Pegasus menunjukkan adanya operator pemerintah. Serangan terhadap perangkat individu berlangsung dari Oktober 2020 hingga November 2021.

Menurut kedua lembaga ini, kurun waktu itu merupakan waktu yang sangat relevan dengan peristiwa politik Thailand tertentu karena protes pro-demokrasi meletus di seluruh negeri. Gerakan pro-demokrasi yang dipimpin mahasiswa Thailand menggenjot kegiatannya pada 2020, sebagian besar sebagai reaksi terhadap berlanjutnya pengaruh militer dalam pemerintahan dan sentimen hiper-royalis. Gerakan ini mampu menarik kerumunan sebanyak 20.000-30.000 orang di Bangkok pada2020 dan memiliki pengikut di kota-kota besar dan universitas.

"Ada bukti lama yang menunjukkan kehadiran Pegasus di Thailand, yang menunjukkan bahwa pemerintah kemungkinan akan memiliki akses ke Pegasus selama periode tersebut," kata para peneliti dalam laporan tersebut.

Para korban yang ditargetkan dan waktu serangan mencerminkan informasi yang akan mudah diperoleh oleh pihak berwenang Thailand. "Temuan yang termasuk dalam laporan ini menunjukkan bahwa spyware Pegasus NSO Group digunakan sebagai bagian dari upaya untuk menekan seruan Thailand untuk reformasi demokrasi," ujar Citizen Lab menyimpulkan.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement