REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Intelijen militer Inggris mengatakan Rusia kesulitan mempertahankan daya serangan efektif sejak awal invasi. Menurut London masalah yang dihadapi Rusia akan semakin parah.
"Selain mengalami kekurangan personel, para pembuat rencana Rusia menghadapi dilema antara mengerahkan pasukan cadangan ke Donbas atau mempertahankan sektor barat daya Kherson dari serangan balik Ukraina," kata Kementerian Pertahanan Inggris dalam perkembangan terbaru perang di Ukraina, Selasa (19/7/2022).
Kementerian juga menambahkan mungkin Rusia masih bisa memperluas daerah kekuasaannya di Ukraina. Tapi tingkat dan kecepatannya akan sangat lambat.
Sebelumnya dilaporkan Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu memerintahkan jenderal-jenderalnya memprioritaskan menghancurkan rudal jarak jauh dan senjata artileri Ukraina dalam operasi militer ke negara itu. Langkah ini diambil usai senjata-senjata yang dipasok Barat digunakan menyerang jalur pasokan Rusia.
Invasi yang digelar Presiden Rusia Vladimir Putin pada 24 Februari itu sudah berlangsung lima bulan. Pasukan Rusia menyerbu wilayah Donbas di Ukraina timur dan kini menduduki daerah kelima di negara tersebut.
Pada Senin (18/7/2022) Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan Shoigu menginspeksi kelompok Vostok yang berperang di Ukraina. Menteri Pertahanan itu merupakan salah satu sekutu terdekat Presiden Putin.
"(Shoigu) menginstruksikan para komando untuk memprioritaskan rudal jarak jauh dan senjata artileri musuh," kata kementerian dalam pernyataannya.
Kementerian mengatakan senjata-senjata itu digunakan untuk menembaki wilayah pemukiman warga di Donbas yang dikuasai Rusia dan membakar ladang dan gudang gandum. Laporan mengenai hal ini belum dapat diverifikasi secara independen.
Layanan media Zvezda mengunggah foto Shoigu yang berseragam lengkap sedang berbicara dengan Deputi Menteri Pertahanan Rusia Yunus-Bek Yevkurov. Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya memasok senjata senilai miliaran dolar ke Ukraina sejak awal invasi Rusia.