REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengaku khawatir atas peningkatan kasus cacar monyet di berbagai negara di dunia. Hal itu disampaikan saat dia berbicara di sidang kedua komite darurat WHO untuk menentukan apakah cacar monyet akan ditetapkan sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau tidak.
“Saya tetap prihatin dengan jumlah kasus di semakin banyak negara yang telah dilaporkan,” kata Ghebreyesus dalam pertemuan komite darurat WHO, Kamis (21/7/2022).
Ghebreyesus mengaku lega melihat adanya penurunan jumlah kasus cacar monyet di beberapa negara. Kendati demikian, dia mengingatkan bahwa angka penyakit tersebut masih meningkat di tempat lain. Terdapat enam negara yang turut melaporkan kasus pertamanya pekan lalu.
Sementara itu, komite penasihat vaksin Jerman atau STIKO telah merekomendasikan agar negara tersebut segera menggunakan semua vaksin cacar monyet yang tersedia untuk pemberian dosis pertama. “Untuk mengurangi gelombang infeksi saat ini, memperlambat penyebaran cacar monyet dan akhirnya mengakhiri wabah, diperlukan cakupan vaksinasi yang tinggi dari kelompok indikasi,” kata STIKO dalam sebuah pernyataan.
STIKO merekomendasikan agar orang berusia di atas 18 tahun yang telah terpapar atau berada pada peningkatan risiko infeksi cacar monyet menerima vaksin buatan Bavarian Nordic. Pemberian dosis kedua dilakukan setelah stok dosis memadai.
Jerman adalah salah satu negara Eropa yang menghadapi penyebaran wabah cacar monyet. Sejauh ini negara tersebut sudah mengonfirmasi 2.110 kasus. Pada Rabu lalu WHO mengungkapkan, pihaknya telah mencatat 14 ribu kasus cacar monyet di seluruh dunia. Menurut WHO, sebagian besar kasus yang sudah terkonfirmasi ditemukan di Eropa. Kebanyakan individu yang terinfeksi adalah gay atau homoseksual. Setidaknya lebih dari 50 negara sudah melaporkan penemuan penyakit tersebut.