REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hubungan internasional dari Universitas Gadjah Mada, Riza Noer Arfani mengatakan, kunjungan Presiden Joko Widodo ke China, Jepang, dan Korea Selatan akan menjadi strategis bagi geopolitik jika membawa aspek multilateral. Terutama terkait dengan persoalan pangan di tengah konflik Rusia-Ukraina dan kesuksesan presidensi G20.
"Kunjungan presiden akan menjadi strategis jika agendanya punya aspek multilateral, jika hanya bilateral tidak terlalu strategis," ujar Riza, Senin (25/7/2022).
Riza mengatakan, kunjungan ke China diharapkan dapat menyampaikan tindak lanjut dari kunjungan Jokowi ke Rusia sebelumnya. Terutama dalam masalah pangan dan energi. Menurut Riza, China bisa menjadi jembatan untuk mengingatkan komitmen Rusia agar dapat menstabilkan ekspor gandum dan biji-bijian.
Blokade Rusia di pelabuhan Ukraina telah menghambat ekspor gandum dan biji-bijian sehingga menyebabkan kerawanan pangan global. Selain itu, menurut Riza, kunjungan Jokowi ke Jepang dan Korea Selatan diharapkan dapat menyinggung soal energi. Sanksi Barat terhadap Rusia telah menimbulkan fluktuasi harga energi dunia. Sanksi tersebut juga dikhawatirkan
"Jokowi diharapkan dapat menyampaikan kepada Jepang dan Korea Selatan sebagai sekutu Barat untuk melonggarkan sanksi yang terkait dengan sektor energi," ujar Riza.
Lawatan Jokowi ke tiga negara Asia Timur itu dilakukan untuk membawa misi penguatan kerja sama ekonomi. Khususnya bidang perdagangan dan investasi. Riza mengatakan, penguatan ekonomi antarnegara memang penting, namun urgensinya saat ini adalah persoalan multilateral.
"China, Jepang, dan Korea Selatan adalah mitra penting tp agendanya tidak urgent kecuali dikaitkan dengan dimensi multilateral," kata Riza.