REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Junta Myanmar kembali memperpanjang aturan darurat negara selama enam bulan, Senin (1/8/2022). Kepala Junta Myanmar menyalahkan ketidakstabilan yang membuat upaya perdamaian yang disepakati keluarga Asia Tenggara atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) terhambat.
Pemimpin Junta Min Aung Hlaing mengatakan, bahwa Myanmar telah berusaha untuk mengatasi tantangan pandemi virus corona. Keadaan ini ditambah dalam menghadapi kekerasan internal.
"Jadi sulit untuk mengimplementasikan konsensus ASEAN karena kurangnya stabilitas," kata Min Aung Hlaing dalam pidato yang disiarkan TV pemerintah. Menurutnya hanya ketika situasinya normal barulah kemajuan dapat dicapai.
Junta pertama kali mengumumkan keadaan darurat setelah merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dalam kudeta pada Februari tahun lalu. Myanmar kemudian telah berada dalam kekacauan sejak saat itu. Konflik wilayah menyebar setelah tentara menghancurkan sebagian besar protes damai di kota-kota besar dan kecil.
ASEAN yang beranggotakan 10 negara menyetujui konsensus lima poin untuk mengakhiri permusuhan tersebut. Namun hanya ada sedikit tanda junta menerapkan rencana lima poin, yang mencakup diakhirinya kekerasan dan dialog.
Pemerintah Barat mengecam kudeta dan penahanan atas berbagai tuduhan peraih Nobel Suu Kyi dan sejumlah anggota partai dan pendukungnya. Beberapa anggota ASEAN juga mengkritik para jenderal.
Meski junta gagal mengimplementasikan rencana ASEAN, junta tidak pernah menolaknya. "Negara kami adalah negara ASEAN sehingga kami menghargai konvensi ASEAN," kata Min Aung Hlaing.
Min Aung Hlaing tidak menyebutkan perpanjangan keadaan darurat dalam pidatonya, namun media pemerintah melaporkan bahwa dewan pertahanan dan keamanan pemerintah militer dengan suara bulat menyetujui permintaan Min Aung Hlaing untuk enam bulan lagi. Junta mengatakan harus mengambil alih kekuasaan tahun lalu karena kecurangan suara dalam pemilihan umum November 2020 yang dimenangkan dengan mudah oleh partai Suu Kyi. Kelompok pemantau pemilu tidak menemukan bukti kecurangan massal.
Militer telah berjanji untuk mengadakan pemilihan baru pada Agustus 2023 meskipun jadwalnya tak pasti dan lawan tidak percaya itu pemilihan itu akan bebas dan adil. Menurut kelompok aktivis, pasukan keamanan telah membunuh lebih dari 2.100 orang sejak kudeta. Junta mengatakan jumlah korban seperti itu dilebih-lebihkan.
Gambaran sebenarnya dari kekerasan menjadi lebih sulit untuk dinilai karena Pasukan Pertahanan Rakyat bersenjata ringan bermunculan untuk menghadapi tentara, seringkali di daerah-daerah yang lebih terpencil di mana pemberontak etnis minoritas juga memerangi militer. Dalam pidatonya, Min Aung Hlaing menyalahkan teroris karena menimbulkan korban.
Namun militer lah yang telah dicap sebagai teroris lawan-lawan bersenjatanya dan oleh bayang-bayang saingan National Unity Government (NUG) yang dibentuk oleh para politisi pro-demokrasi.
Junta telah menghadapi sanksi dari banyak negara Barat dan pekan lalu mendapat kecaman lebih keras setelah eksekusi empat aktivis demokrasi yang dituduh melakukan tindakan teror. Min Aung Hlaing juga membicarakan ekonomi negara yang telah merosot sejak pandemi dan ketika kudeta mengakhiri satu dekade reformasi.
"Saya pikir kemajuan dapat dilihat dalam enam bulan," katanya, mengutip prospek lebih banyak pekerjaan dan fokus pada pertanian.