Kamis 04 Aug 2022 00:15 WIB

Menlu Rusia akan Kunjungi Myanmar

Kunjungan Menlu Rusia ke Myanmar jadi salah yang paling penting sejak kudeta

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov akan mengunjungi Myanmar. Ini menandai salah satu kunjungan paling penting sejak militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta tahun lalu.
Foto: Reuters
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov akan mengunjungi Myanmar. Ini menandai salah satu kunjungan paling penting sejak militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta tahun lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov akan mengunjungi Myanmar pada Rabu (3/8/2022). Ini menandai salah satu kunjungan paling penting sejak militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta tahun lalu.

Kantor berita TASS yang mengutip juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, mengatakan, Lavrov dijadwalkan mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Myanmar Wunna Maung Lwin dan bertemu dengan kepala militer Min Aung Hlaing di Ibu Kota Naypyitaw. "Pembicaraan itu akan membahas kerja sama perdagangan dan ekonomi, serta hubungan pertahanan, keamanan, dan kemanusiaan," kata Zakharova.

Zakharova mengatakan, Lavrov akan menuju Kamboja setelah berkunjung ke Myanmar untuk menghadiri pertemuan dengan para menteri luar negeri dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Lavrov juga akan mengadakan sejumlah pertemuan bilateral dengan beberapa negara.

Junta Myanmar telah menghadapi isolasi dan sanksi dari banyak negara Barat sejak menggulingkan pemerintah sipil Aung San Suu Kyi. Militer juga melancarkan tindakan berdarah terhadap mereka yang menentang junta.

Baca juga : Rusia Bangun Kekuatan Militer di Kota Kelahiran Zelenskyy

Rusia dan Myanmar tetap menjalin hubungan baik. Awal bulan ini Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, kedua negara sepakat akan memperdalam kerja sama pertahanan. Kesepakatan ini dicapai selama perjalanan komandan junta Min Aung Hlaing ke Moskow.  Pakar hak asasi manusia PBB, Thomas Andrew, mengatakan, Rusia telah memasok persenjataan ke junta Myanmar seperti drone, dua jenis jet tempur, dan dua jenis kendaraan lapis baja, termaauk satu dengan sistem pertahanan udara.

Sebelumnya Militer Myanmar diduga menggunakan pesawat Yak-130 buatan Rusia dengan kemampuan serangan darat terhadap warga sipil. Sebuah kelompok yang mengumpulkan bukti pelanggaran hak di Myanmar dan berbasis di London, Myanmar Witness, mengatakan, mereka dapat memverifikasi penyelidikan sumber terbuka pada beberapa kesempatan ketika roket dan meriam 23mm telah digunakan di daerah pedesaan. Myanmar Witness telah memverifikasi penyebaran berulang Yak-130 atau jet latih canggih buatan Rusia dengan kemampuan serangan darat yang terdokumentasi, di Myanmar.

"Selama penyelidikan ini, laporan dan geolokasi yang kredibel telah mengungkapkan penggunaan Yak-130 di dalam wilayah sipil yang berpenduduk," kata Myanmar Witness dalam laporannya, dilansir Aljazirah, Ahad (31/7/2022).

Dalam video yang dibagikan di Facebook bulan lalu menunjukkan setidaknya satu Yak-130 melakukan dua lintasan, dan meluncurkan beberapa salvo roket terarah ke tanah. Video kedua menunjukkan satu Yak-130 melakukan setidaknya lima operan dan menembakkan sekitar 18 salvo roket terarah.

Serangan itu terjadi di selatan Kotapraja Myawaddy di negara bagian Karen tenggara. Di wilayah itu, kelompok etnis bersenjata telah lama berjuang untuk otonomi, dengan memberikan pelatihan dan dukungan kepada milisi sipil yang dibentuk untuk melawan kudeta pada Februari 2021.

Baca juga : Jepang Khawatir Dengan Gerakan Militer China

Seorang saksi Myanmar melakukan geolokasi terhadap kedua video tersebut. Saksi mengatakan, video itu diambil dengan jarak sekitar 200 meter dari perbatasan Thailand-Myanmar. Laporan ini juga memverifikasi sebuah insiden pada Februari 2022, ketika setidaknya satu Yak-130 diidentifikasi mengambil bagian dalam operasi di barat Loikaw, di negara bagian Kayah, yang terletak di perbatasan Thailand di timur.

“Pekerjaan tanpa pandang bulu dari pesawat serang canggih, terutama ketika digunakan dalam koordinasi dengan pesawat militer lainnya, sangat kontras dengan cara dan metode yang digunakan oleh kelompok-kelompok yang dipandang sebagai pemberontak oleh militer Myanmar,” kata laporan itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement