REPUBLIKA.CO.ID., BRUSSELS -- Kelompok Tujuh (G-7) mengutuk "penggunaan energi sebagai senjata" Rusia, dan berjanji untuk mengerjakan langkah-langkah baru untuk menghentikan Moskow "mendapat keuntungan dari perangnya" di Ukraina.
Para menteri luar negeri kelompok G-7, negara yang ekonomi paling maju di dunia - Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa (UE) - mengeluarkan pernyataan bersama tentang keamanan energi global.
Para menteri mengutuk “upaya Rusia untuk mempersenjatai ekspor energinya dan menggunakan energi sebagai alat pemaksaan geopolitik.”
Mereka berjanji untuk mempertimbangkan langkah-langkah baru “untuk mencegah Rusia mengambil untung dari perangnya,” termasuk “larangan komprehensif semua layanan yang memungkinkan pengangkutan minyak mentah dan produk minyak laut Rusia secara global.”
Mereka juga menyatakan bahwa Moskow “bukan pemasok energi yang dapat diandalkan” dan berjanji untuk lebih mengurangi ketergantungan mereka pada bahan bakar fosil Rusia dan teknologi nuklir sipil.
Kelompok G-7 juga berkomitmen untuk bertindak bersama-sama untuk meringankan konsekuensi dari gangguan pasokan energi di pasar mereka sendiri, dan mendukung stabilitas energi global dengan membantu negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Pernyataan tersebut juga menegaskan kembali komitmen negara-negara G-7 terhadap masalah iklim.
Pernyataan itu mengulangi “kecaman atas agresi Rusia yang brutal, tidak beralasan, tidak dapat dibenarkan, dan ilegal terhadap Ukraina” dan meminta Moskow untuk segera menarik pasukannya dari Ukraina.