Dalam wawancara tersebut, Kharrazi turut menegaskan bahwa Iran tidak akan menegosiasikan program rudal balistiknya dan kebijakan regional mereka. Hal itu menjadi sinyal bahwa Teheran menolak tuntutan Barat dan sekutunya di Timur Tengah.
Saat ini Iran memang tak lagi tunduk pada kesepakatan nuklir 2015 atau dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Kesepakatan itu melibatkan Iran dengan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Uni Eropa. Dalam JCPOA, Iran diharuskan mengekang program pengayaan uraniumnya yang dapat mengantarkannya mengembangkan senjata nuklir. Imbalannya, Barat akan melepaskan sanksi ekonomi terhadap Teheran.
Iran selalu menyatakan bahwa mereka tak mempunyai niatan untuk membuat senjata nuklir. Pada 2018, mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan menarik negaranya dari JCPOA. Trump beralasan, JCPOA “cacat” karena tak turut mengatur program rudal balistik Iran dan pengaruhnya di kawasan. Setelah menarik AS, Trump memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran.
Hal itu akhirnya membuat Iran tak lagi tunduk pada JCPOA. Mereka mulai melakukan pengayaan uranium. IAEA telah melaporkan bahwa cadangan uranium yang diperkaya Iran meningkat 18 kali lipat dari batas ketentuan dalam JCPOA. Saat ini AS, di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, berusaha memulihkan kembali JCPOA. Namun pembicaraan tak langsung antara kedua negara tersebut telah terhenti sejak Maret lalu.