Senin 08 Aug 2022 15:19 WIB

Setahun Setelah Taliban Berkuasa, Warga Afghanistan Masih Bersembunyi

Taliban mengincar orang-orang yang berhubungan dengan AS dengan sistem digital.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Seorang pejuang Taliban berjaga di lingkungan Syiah Dasht-e-Barchi, di Kabul, Afghanistan, Minggu, 7 Agustus 2022. Satu tahun setelah Taliban menguasai Afghanistan, sebagian besar mantan staf yang pernah bekerja di kantor maupun lembaga pemerintahan sebelumnya yang didukung Amerika Serikat (AS), masih bersembunyi.
Foto:

Keesokan harinya, Sadaf mengemasi barang-barangnya dan melarikan diri bersama anak-anak dan suaminya. Sejak itu, mereka telah bersembunyi dengan menginap di rumah kerabat maupun teman. Sadaf beserta keluarganya terus melakukan pelarian untuk menghindari Taliban. Dia tidak pernah tinggal di suatu tempat selama lebih dari dua minggu.

“Saya dalam bahaya karena pekerjaan saya,” kata wanita berusia 48 tahun itu.

Sadaf mengatakan, kurangnya lapangan pekerjaan, kemiskinan dan ketakutan di telah membuat hidupnya sangat sulit. "Saya berharap ini adalah mimpi buruk dan saya bisa bangun (dari mimpi buruk)," kata Sadaf.

Sadaf termasuk salah satu di antara puluhan ribu warga Afghanistan yang bersembunyi sejak Taliban berkuasa. Mantan pejabat pemerintah, hakim, polisi dan aktivis hak asasi manusia juga melarikan diri ke tempat yang aman setelah Taliban mengambil alih Kabul. Mereka takut Taliban akan melacak keberadaan mereka dengan ID digital dan sistem data.

photo
Pejuang Taliban berjaga di lokasi ledakan di depan Stadion Kriket Internasional Kabul, di Kabul, Afghanistan, Jumat, 29 Juli 2022. - (AP Photo/Ebrahim Noroozi)

Pada tahun lalu, kelompok hak asasi manusia dan PBB telah mendokumentasikan pembunuhan atau penghilangan paksa ratusan mantan anggota pasukan keamanan, termasuk jurnalis, hakim, aktivis dan orang-orang LGBT+. Afghanistan mendorong untuk digitalisasi data dalam beberapa tahun terakhir dengan pendanaan dan keahlian dari Bank Dunia, AS, Uni Eropa, badan pengungsi PBB (UNHCR), serta program Pangan Dunia.

Salah satu program tersebut adalah sistem ID digital yang dikenal sebagai e-Tazkira. Sistem ini menyimpan banyak data pribadi dan biometrik termasuk nama seseorang, nomor ID, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, agama, etnis, bahasa, profesi, pemindaian iris mata, sidik jari, dan foto. ID diperlukan untuk mengakses layanan, pekerjaan, dan pemilihan umum. Penggunaan data itu sangat rentan digunakan untuk melacak kelompok etnis yang rentan, dan orang-orang yang bekerja di pemerintahan atau dengan lembaga asing.

“Semua orang rentan,” kata Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Sipil Afghanistan, Aziz Rafiee, yang mendapat ratusan pesan putus asa setiap hari dari warga Afghanistan yang bersembunyi.

 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement