REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL - Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mendapatkan kritik tentang tindakannya terhadap Palestina. LSM dan Jaringan Masyarakat Sipil dari Eropa, Asia, Amerika Utara dan Afrika menandatangani surat terbuka kepada OKI karena sikap diam atas serangan terhadap warga Palestina dan masalah lain di Palestina.
Surat tersebut diorganisir oleh Jaringan Internasional Dekolonial dan Jaringan Keadilan Universal. Surat tersebut ditandatangani bersama oleh belasan organisasi dan jaringan seperti Nigeria, Malaysia, Indonesia, Belanda, Iran, Inggris, Lebanon, dan Pakistan.
Surat itu diawal dengan membahas sejarah berdirinya OKI yang terinspirasi oleh perlawanan Palestina terhadap pendudukan Zionis. Pada 21 Agustus 1969, Zionis membarakan api di masjid Al Aqsa di Yerusalem. Amin al-Husseini, mantan Mufti Yerusalem, menyerukan kepada semua kepala negara Muslim untuk mengadakan pertemuan puncak untuk membela Palestina.
Surat itu melanutkan bahwa pada 25 September 1969, sebuah pertemuan puncak kepala negara dari 24 negara mayoritas Muslim diadakan di Rabat, Maroko. Sebuah resolusi disahkan yang menyerukan kerja sama yang erat dan saling membantu antara negara-negara Muslim. Enam bulan kemudian pada Maret 1970, Konferensi Menteri Luar Negeri Islam Pertama diadakan di Jeddah , Arab Saudi.
"Hari ini situs OKI mengutuk serangan terhadap Kedutaan Besar Azerbaijan di London dan serangan bom di Kabul Barat, Afghanistan. Tetapi Anda sama sekali diam tentang serangan Israel di Gaza yang dimulai pada Jumat 5 Agustus," kata surat bersama tersebut dikutip laman Middle East Monitor, Senin (15/8/2022).
Beberapa negara OKI sekarang telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Israel, sehingga mengkhianati kredo dasar solidaritas mereka dengan orang-orang Palestina yang menderita ketidakadilan. "Kami menyerukan OKI untuk menghormati sejarah solidaritas mereka dengan perjuangan pembebasan Palestina dengan mengeluarkan kecaman tegas atas agresi Israel beberapa hari terakhir dan dengan memberikan sanksi kepada anggotanya yang telah melanjutkan jalur 'normalisasi' dengan rezim apartheid," tulis surat tersebut.
"Tidak ada normalisasi kejahatan perang, tindakan dan kebijakan genosida dan pembersihan etnis yang sedang berlangsung," pungkas mereka.
Para penandatangan meliputi, Jaringan Internasional Dekolonial, Universal Justice Network (baik sekretariat Citizens International maupun Islamic Human Rights Commission secara individu dan atas nama anggota), Yayasan Cendekia Ikhlas Madani (Indonesia), Dewan Permusyawaratan Organisasi Islam Malaysia (MAPIM), dan Aliansi Convivencia (Inggris Raya).