REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Ibu kota Ukraina, Kiev, melarang perayaan publik untuk memperingati hari kemerdekaan dari pemerintahan Uni Soviet pada pekan ini. Keputusan itu diambil dengan mempertimbangkan meningkatnya ancaman serangan Rusia.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy telah memperingatkan bahwa Rusia dapat mencoba melakukan sesuatu yang sangat buruk menjelang peringatan kemerdekaan ke-31 pada Rabu (24/8/2022). Momen itu juga menandai setengah tahun sejak invasi Rusia.
Kiev sebenarnya jauh dari garis depan dan jarang terkena rudal Rusia sejak pasukan Ukraina menangkis serangan darat untuk merebut ibu kota pada Maret. Namun pihak berwenang Kiev telah melarang acara publik yang berkaitan dengan peringatan itu dari Senin hingga Kamis (21-25/8/2022). Sebuah dokumen menunjukkan, tindakan itu diperlukan ini karena kemungkinan serangan roket baru.
Yurisdiksi lain juga membatasi pertemuan publik di beberapa wilayah. Di Kharkiv, sebuah kota timur laut yang sering menjadi sasaran tembakan artileri dan roket jarak jauh yang mematikan, Walikota Ihor Terekhov mengumumkan perpanjangan jam malam mulai pukul 16.00 sampai 07.00 berlaku dari Selasa sampai Kamis.
Sedangkan di pelabuhan Mykolaiv dekat wilayah yang dikuasai Rusia di selatan, gubernur regional Vitaliy Kim mengatakan, pihak berwenang merencanakan perintah pencegahan dengan meminta penduduk untuk bekerja dari rumah pada Selasa dan Rabu. Pemerintah mendesak orang-orang untuk tidak berkumpul dalam kelompok besar.
Kekhawatiran akan serangan intensif meningkat setelah Layanan Keamanan Federal Rusia menuduh agen Ukraina membunuh Darya Dugina, putri seorang ideolog ultra-nasionalis Rusia. Dia meninggal dalam serangan bom mobil di dekat Moskow pada Senin. Ukraina membantah terlibat dalam serangan itu.
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, mengutip misi pemantauannya di Ukraina mengatakan Senin, 5.587 warga sipil telah tewas dan 7.890 terluka antara 24 Februari dan 21 Agustus, terutama dari serangan artileri, roket, dan rudal. UNICEF mengatakan, sedikitnya 972 anak meninggal dunia atau terluka selama enam bulan perang.
"Penggunaan senjata peledak telah menyebabkan sebagian besar korban anak-anak. Senjata ini tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan, terutama bila digunakan di daerah berpenduduk seperti yang terjadi di Ukraina," ujar direktur eksekutif UNICEF Catherine Russell.
Secara terpisah, Panglima Militer Kiev Jenderal Valeriy Zaluzhnyi memberikan jumlah korban jiwa dari pihak militer Ukraina pertama kalinya ke publik. Menurutnya, hampir 9.000 gugur tewas dalam aksi tersebut.
Rusia belum mengatakan berapa banyak tentaranya yang meninggal. Staf Umum Ukraina memperkirakan korban dari pihak militer Rusia mencapai 45.400 jiwa.