Selasa 23 Aug 2022 09:01 WIB

Hampir 1.000 Anak di Ukraina Tewas atau Terluka Akibat Konflik

UNICEF kembali menyerukan gencatan senjata segera.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Seorang anak pengungsi internal yang memegang kucing peliharaan melihat keluar dari bus di pusat pengungsi di Zaporizhia, Ukraina, Jumat, 25 Maret 2022. PBB mengungkapkan, hampir 1.000 anak-anak tewas atau terluka selama perang di Ukraina berlangsung.
Foto: AP/Evgeniy Maloletka
Seorang anak pengungsi internal yang memegang kucing peliharaan melihat keluar dari bus di pusat pengungsi di Zaporizhia, Ukraina, Jumat, 25 Maret 2022. PBB mengungkapkan, hampir 1.000 anak-anak tewas atau terluka selama perang di Ukraina berlangsung.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- PBB mengungkapkan, hampir 1.000 anak-anak tewas atau terluka selama perang di Ukraina berlangsung. Jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi.

“Sekali lagi, seperti dalam semua perang, keputusan sembrono orang dewasa menempatkan anak-anak pada risiko yang sangat besar. Tidak ada operasi bersenjata semacam ini yang tidak mengakibatkan anak-anak dirugikan,” kata Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell dalam sebuah pernyataan, Senin (22/8/2022), dilaporkan UN News.

Baca Juga

Menurut UNICEF, sejak Rusia melancarkan agresi militer ke Ukraina pada 24 Februari lalu, mereka telah memverifikasi setidaknya 972 anak yang terbunuh atau terluka. Russell mengungkapkan, sebagian besar jatuhnya korban anak-anak diakibatkan oleh penggunaan senjata peledak yang tidak membedakan antara warga sipil dan prajurit.

Senjata semacam itu digunakan dalam serangan ke beberapa kota di Ukraina, antara lain Mariupol, Luhansk, Kremenchuk, dan Vinnytsua. Peperangan juga telah menyebabkan 1 dari 10 sekolah di Ukraina rusak atau hancur. “Semua anak perlu bersekolah dan belajar, termasuk anak-anak yang terjebak dalam keadaan darurat. Tidak terkecuali anak-anak di Ukraina dan mereka yang terlantar akibat perang ini,” kata Russell.

UNICEF kembali menyerukan gencatan senjata segera. “Anak-anak Ukraina sangat membutuhkan keamanan, stabilitas, akses ke pembelajaran yang aman, layanan perlindungan anak, dan dukungan psikososial. Tapi lebih dari segalanya, anak-anak Ukraina membutuhkan perdamaian,” ucap Russell.

Sebelumnya Wakil Tetap Rusia untuk Kantor PBB di Jenewa Gennady Gatilov mengatakan, konflik yang berkepanjangan di Ukraina akan semakin menyulitkan pencarian solusi diplomatik. Terkait hal itu, dia turut menyoroti langkah Barat yang terus memasok persenjataan untuk Kiev.

"Semakin konflik berlangsung, semakin sulit untuk memiliki solusi diplomatik," kata Gatilov dalam sebuah wawancara dengan Financial Times, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS, Senin.

Gatilov mengungkapkan, sejauh ini dia belum melihat kemungkinan terjadinya kontak diplomatik antara para pihak yang terlibat konflik. Dia pun menyinggung tentang tekad Ukraina dan sejumlah negara Barat untuk bertempur hingga prajurit Ukraina terakhir. Menurutnya, dukungan militer Barat yang terus belanjut untuk Kiev adalah bukti lain dari hal tersebut.

Konflik Rusia-Ukraina sudah berlangsung selama enam bulan, terhitung sejak 24 Februari lalu. Hingga kini, kedua negara memang masih belum menunjukkan tanda-tanda akan terlibat dalam negosiasi damai atau gencatan senjata.

Bulan lalu Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, tak logis bagi negaranya untuk mengadakan pembicaraan damai dengan Ukraina dalam situasi seperti sekarang. Menurut dia, Kiev belum menunjukkan iktikad untuk melakukan pembicaraan. “Tidak masuk akal dalam situasi saat ini,” kata Lavrov saat ditanya jurnalis dari media pemerintah Rusia tentang pembicaraan damai dengan Ukraina pada 20 Juli lalu.

Lavrov mengungkapkan, kontak antara Rusia dan Ukraina sebagian besar telah terhenti sejak pertengahan April lalu. Menurut dia, sedari putaran pertama pembicaraan dengan Ukraina, Kiev tidak memiliki keinginan untuk membahas apa pun secara sungguh-sungguh. “Mereka tidak akan pernah bisa mengartikulasikan apa pun yang pantas mendapat perhatian serius dari orang-orang yang serius. Kami sudah mengetahuinya,” ujar Lavrov.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement