Selasa 23 Aug 2022 19:35 WIB

Hemat Listrik, Bangladesh Pangkas Jam Sekolah dan Operasional Kantor

Bangladesh akan memangkas jam sekolah dan mengurangi jam operasional kantor

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
Bangladesh akan memangkas jam sekolah dan mengurangi jam operasional kantor guna mengurangi kekurangan listrik negara.
Foto: EPA-EFE/MONIRUL ALAM
Bangladesh akan memangkas jam sekolah dan mengurangi jam operasional kantor guna mengurangi kekurangan listrik negara.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA - Bangladesh akan memangkas jam sekolah dan mengurangi jam operasional kantor guna mengurangi kekurangan listrik negara. Bangladesh tengah berada pada penurunan ekonomi yang semakin dalam.

Sekretaris Kabinet Bangladesh Khandker Anwarul Islam mengatakan sekolah yang sebelumnya hanya ditutup pada Jumat, kini juga akan ditutup pada hari Sabtu. Dalam keadaan normal, sekolah di Bangladesh buka selama enam hari seminggu, yakni Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu, dan Ahad.

"Sementara itu, kantor pemerintah dan bank akan memangkas jam operasional menjadi tujuh jam sehari, dari sebelumnya delapan jam. Namun, kantor swasta akan diizinkan untuk mengatur jam operasional mereka sendiri," kata Islam seperti dilansir laman BBC, Selasa (23/8/2022).

Dia menambahkan, pemerintah akan terus memberikan listrik ke desa-desa, termasuk di pagi hari ketika tanaman diairi. Banyak bagian Bangladesh diketahui mati listrik selama lebih dari dua jam sehari.

Negara ini menghasilkan sebagian besar listriknya dari gas alam, beberapa di antaranya diimpor. Para pejabat telah menutup semua pembangkit listrik tenaga diesel negara yang menyumbang sekitar 6 persen dari pembangkit listrik Bangladesh, karena meningkatnya biaya impor bahan bakar.

Para pengunjuk rasa turun ke jalan dalam beberapa pekan terakhir setelah pemerintah menaikkan harga bensin lebih dari 50 persen dengan biaya bahan bakar naik dari 86 taka per liter (90 sen AS) menjadi 130 taka. Pada saat yang sama harga solar dan minyak tanah naik lebih dari 40 persen.

Ditambah perang di Ukraina telah menaikkan biaya impor bahan bakar dan merugikan ekonomi negara hingga cadangan mata uang asing. Pada  Juli, Bangladesh menjadi negara Asia Selatan ketiga yang mencari pinjaman dari Dana Moneter Internasional (IMF), setelah Sri Lanka dan Pakistan.

Sementara ukuran pinjaman potensial belum diputuskan, pembicaraan diharapkan akan dimulai setelah pertemuan Musim Semi Bank Dunia dan IMF pada Oktober. Cadangan mata uang asing Bangladesh telah menyusut menjadi sekitar 40 miliar dolar AS atau empat setengah bulan dari pengeluaran pemerintah biasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement