REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Pemerintah Ukraina telah menuduh Rusia melakukan penculikan dan adopsi massal ilegal terhadap anak-anak Ukraina. Hal itu dilakukan Moskow dengan cara memindahkan anak-anak dari wilayah Ukraina yang kini diduduki ke Rusia.
"Federasi Rusia terus menculik anak-anak dari wilayah Ukraina dan mengatur adopsi ilegal mereka oleh warga Rusia," kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Ukraina dalam sebuah pernyataan, Selasa (23/8/2022), dilaporkan laman kantor berita Ukraina, Ukrinform.
Menurut Kemenlu Ukraina, lebih dari 1.000 anak-anak dari Mariupol dipindahkan secara paksa ke orang asing di Tyumen, Irkutsk, Kemerovo, dan Altai Krai di Siberia. Mariupol adalah kota di selatan Ukraina yang kini sudah dikuasai pasukan Rusia.
Kemenlu Ukraina mengungkapkan, informasi tentang penculikan anak-anak tersebut mereka peroleh dari otoritas lokal di Krasnodar, sebuah kota Rusia selatan dekat Ukraina. Kemenlu Ukraina menyebut, berdasarkan informasi yang diterimanya, lebih dari 300 anak Ukraina ditahan di lembaga khusus di wilayah Krasnodar.
Kiev menuduh Rusia telah melanggar Konvensi Jenewa 1949 yang menetapkan aturan perawatan kemanusiaan di masa perang. Moskow pun dianggap mengabaikan Konvensi PBB tentang Hak Anak. Ukraina menyerukan agar semua anak asal negaranya yang dipindahkan secara ilegal ke wilayah Rusia, dikembalikan ke orang tua atau wali sah mereka.
Sebelumnya PBB mengungkapkan, hampir 1.000 anak-anak tewas atau terluka selama perang di Ukraina berlangsung. Jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi. “Sekali lagi, seperti dalam semua perang, keputusan sembrono orang dewasa menempatkan anak-anak pada risiko yang sangat besar. Tidak ada operasi bersenjata semacam ini yang tidak mengakibatkan anak-anak dirugikan,” kata Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell dalam sebuah pernyataan, Senin (22/8/2022), dilaporkan UN News.
Menurut UNICEF, sejak Rusia melancarkan agresi militer ke Ukraina pada 24 Februari lalu, mereka telah memverifikasi setidaknya 972 anak yang terbunuh atau terluka. Russell mengungkapkan, sebagian besar jatuhnya korban anak-anak diakibatkan oleh penggunaan senjata peledak yang tidak membedakan antara warga sipil dan prajurit.
Senjata semacam itu digunakan dalam serangan ke beberapa kota di Ukraina, antara lain Mariupol, Luhansk, Kremenchuk, dan Vinnytsua. Peperangan juga telah menyebabkan 1 dari 10 sekolah di Ukraina rusak atau hancur. “Semua anak perlu bersekolah dan belajar, termasuk anak-anak yang terjebak dalam keadaan darurat. Tidak terkecuali anak-anak di Ukraina dan mereka yang terlantar akibat perang ini,” kata Russell.
UNICEF kembali menyerukan gencatan senjata segera. “Anak-anak Ukraina sangat membutuhkan keamanan, stabilitas, akses ke pembelajaran yang aman, layanan perlindungan anak, dan dukungan psikososial. Tapi lebih dari segalanya, anak-anak Ukraina membutuhkan perdamaian,” ucap Russell.