REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Militer Israel mengatakan pada Kamis (25/8/2022), telah mengajukan dakwaan tuduhan teror terhadap seorang anggota senior kelompok Jihad Islam Bassam al-Saadi. Penangkapan al-Saadi di wilayah pendudukan Tepi Barat memicu pertempuran sengit selama tiga hari di Gaza awal bulan ini.
Jihad Islam telah menuntut pembebasan al-Saadi dan warga Palestina lainnya yang ditahan dan melakukan mogok makan berkepanjangan. Surat dakwaan itu mengisyaratkan bahwa tuntutan itu tidak akan dipenuhi.
Militer mengatakan, pria berusia 62 tahun ini dituduh melakukan kejahatan afiliasi dengan dan aktivitas dalam asosiasi ilegal. Dia diduga menerima dana dari Jihad Islam di Gaza, serta melakukan peniruan identitas, hasutan dan membantu kontak dengan elemen musuh.
Israel menangkap Al-Saadi awal bulan ini dalam serangan militer malam hari di kota Jenin, Tepi Barat. Dia telah menghabiskan total 15 tahun di penjara Israel karena menjadi anggota Jihad Islam. Israel membunuh dua putranya, yang juga anggota Jihad Islam, dalam insiden terpisah pada 2002 dan menghancurkan rumahnya selama pertempuran sengit di Jenin tahun itu.
Pasukan Israel telah melakukan operasi reguler ke Jenin dalam beberapa bulan terakhir. Menurut militer, tindakan itu ditujukan untuk membongkar jaringan militan setelah beberapa serangan mematikan di dalam wilayah Israel. Serangan itu sering memicu baku tembak dengan militan Palestina.
Sejak merebut kekuasaan pada 2007, Hamas telah berperang empat kali dengan Israel, seringkali dengan dukungan dari para anggota Jihad Islam. Di masa lalu, Jihad Islam di Gaza telah menantang Hamas dengan menembakkan roket, seringkali tanpa mengaku bertanggung jawab, untuk meningkatkan profil kelompok tersebut.
Israel dan negara-negara Barat menganggap Hamas dan Jihad Islam sebagai kelompok teroris karena telah melakukan sejumlah serangan mematikan selama bertahun-tahun yang menargetkan warga sipil Israel. Namun, kelompok ini dipandang sebagai pejuang kemerdekaan yang menentang pendudukan militer Israel selama 55 tahun atas tanah yang diinginkan Palestina untuk sebuah negara di masa depan.