Selasa 30 Aug 2022 00:10 WIB

Hadapi Krisis Keuangan, Sri Lanka akan Pangkas Anggaran Belanja, Termasuk Bujet Pertahanan

Sri Lanka alami krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada tahun 1948.

Rep: Santi Sopia/ Red: Reiny Dwinanda
Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe tengah dalam diskusi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) tentang paket bailout.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe akan memangkas bujet belanja dari anggaran sementara. Hal itu sebagai bagian upaya mengatasi keuangan negara yang dilanda krisis sepanjang sisa tahun ini.

Sri Lanka juga tengah dalam diskusi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) tentang paket bailout. Negara yang bergantung pada pariwisata berpenduduk 22 juta itu menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada tahun 1948.

Baca Juga

Sri Lanka mengalami cadangan devisa yang anjlok, keuangan publik berantakan, dan biaya barang-barang kebutuhan pokok meroket. Setelah menjadi presiden usai pendahulunya digulingkan dalam pemberontakan rakyat pada bulan Juli lalu, Wickremesinghe mengatakan bahwa anggaran sementara akan fokus pada langkah-langkah konsolidasi fiskal yang disepakati dengan IMF.

Wickremesinghe menyampaikan hal tersebut pada awal bulan ini kepada Reuters. Dia mengatakan bahwa pengeluaran akan dipotong "beberapa ratus miliar" rupee, termasuk untuk pertahanan, kemudian menyalurkan dana untuk kesejahteraan dan membayar bunga pinjaman.

Sri Lanka menargetkan pengeluaran 3,9 triliun rupee (10,99 miliar dolar AS) dalam anggaran belanja terakhirnya, yang disajikan pada bulan November. Wickremesinghe, yang juga menteri keuangan, diharapkan menguraikan langkah-langkah untuk mendukung masyarakat berpenghasilan rendah, di mana kelompok ini menjadi yang paling terpukul oleh krisis keuangan.

Wickremesinghe mengumumkan pajak baru untuk mengecilkan defisit dua digit. Anggaran setahun penuh untuk 2023 kemungkinan akan disajikan pada bulan November, yang mana rencana pemulihan lebih luas akan diuraikan.

"Anggaran sementara kemungkinan akan mengarah pada defisit 9,9 persen untuk 2022, yang lebih rendah dari sebelumnya 12 persen," kata Lakshini Fernando, ahli ekonomi makro di perusahaan investasi Asia Securities, dikutip dari Reuters, Senin (29/8/2022).

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement