REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kepala Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Martin Griffiths menyatakan pada Senin (29/8/2022), negara-negara lain harus memulai kembali menyalurkan beberapa bantuan pembangunan untuk Afghanistan. Bantuan untuk warga Afghanistan telah terhenti sejak setahun lalu ketika Taliban merebut kekuasaan.
“Kemiskinan semakin dalam, populasi masih bertambah, dan otoritas de facto tidak memiliki anggaran untuk berinvestasi di masa depan mereka sendiri. Jelas bagi kami bahwa beberapa dukungan pembangunan perlu dimulai kembali,” kata Griffiths kepada Dewan Keamanan (DK) PBB.
Griffiths mengatakan, lebih dari setengah dari 39 juta orang Afghanistan membutuhkan bantuan kemanusiaan dan enam juta berada dalam risiko kelaparan. Lebih dari satu juta anak diperkirakan menderita kekurangan gizi yang paling parah dan mengancam jiwa dan bisa meninggal tanpa perawatan yang tepat.
"Otoritas de facto Afghanistan juga harus melakukan bagian mereka. Intervensi dan prosedur birokrasi memperlambat bantuan kemanusiaan ketika sangat dibutuhkan. Pekerja bantuan kemanusiaan perempuan … harus diizinkan bekerja tanpa hambatan dan aman. Dan anak perempuan harus diizinkan untuk melanjutkan pendidikan mereka," ujar Griffiths.
Taliban belum secara resmi diakui oleh pemerintah asing mana pun dan masih dikenai sanksi internasional. Menurut PBB dan kelompok bantuan, tindakan itu sekarang menghambat operasi kemanusiaan di Afghanistan karena bank-bank internasional waspada terhadap pelanggaran sanksi.
PBB dan kelompok-kelompok bantuan telah berjuang untuk mendapatkan cukup uang ke negara itu selama setahun terakhir. "Kemanusiaan telah membawa lebih dari satu miliar dolar AS tunai untuk mempertahankan pengiriman program, tetapi likuiditas dan krisis perbankan terus berdampak pada pengiriman bantuan dan pada kehidupan sehari-hari warga Afghanistan," kata Griffiths.
PBB telah mencoba memulai sistem Fasilitas Pertukaran Kemanusiaan (HEF) untuk menukar jutaan dolar bantuan ke mata uang Afghanistan. Upaya ini dalam rencana untuk membendung bantuan dan krisis ekonomi dan memotong keterlibatan para pemimpin Taliban. Griffiths mengatakan, rencana ini masih dalam pembahasan dengan Taliban.
Miliaran dolar dalam cadangan bank sentral Afghanistan yang sebagian besar disimpan di Amerika Serikat (AS) juga telah dibekukan oleh pemerintah asing untuk mencegahnya jatuh ke tangan Taliban. Rusia dan Cina telah menyerukan agar dana tersebut dicairkan.
"Tidak ada negara yang serius menangani terorisme di Afghanistan yang akan menganjurkan untuk memberi Taliban akses instan dan tanpa syarat ke miliaran aset," ujar Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Linda Thomas-Greenfield.
Menurut Thomas-Greenfield, Bank sentral Afghanistan sudah lama dilubangi dan saat ini tidak dapat melakukan kebijakan moneter yang bertanggung jawab. Dia menyoroti kurangnya sistem yang kredibel untuk memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Thomas-Greenfield mengatakan, AS adalah donor bantuan utama ke Afghanistan dan mengkritik desakan oleh Rusia dan Cina. "Jika Anda ingin berbicara tentang bagaimana Afghanistan membutuhkan bantuan, tidak apa-apa. Namun kami dengan rendah hati menyarankan Anda menaruh uang Anda di mana pun mulut Anda berada," ujarnya merujuk agar kedua negara melakukan atau mendukung sesuatu yang telah dibicarakan.