REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Taiwan akan menggunakan haknya untuk membela diri dan melakukan serangan balik, jika angkatan bersenjata China memasuki wilayahnya. Dalam beberapa waktu terakhir Beijing telah meningkatkan kegiatan militernya di dekat Taiwan.
Beijing telah menggelar latihan militer secara intensif sebagai tanggapan atas kunjungan Ketua House of Representative Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi ke Taiwan pada awal Agustus. Sejak kunjungan Pelosi, sejumlah delegasi Kongres AS juga ikut melakukan kunjungan ke Taiwan.
Pejabat pertahanan Taiwan mengatakan, patroli militer "intensitas tinggi" China di dekat Taiwan terus berlanjut. Menurut pejabat itu, upaya Beijing untuk menjadikan Selat Taiwan yang memisahkan kedua pihak sebagai "laut dalam" akan menjadi sumber utama ketidakstabilan di wilayah tersebut.
"Untuk pesawat dan kapal yang memasuki wilayah laut dan udara kami sejauh 12 mil laut, tentara nasional akan menggunakan hak untuk membela diri dan melakukan serangan balik tanpa kecuali," ujar Wakil Kepala Staf Umum untuk Operasi dan Perencanaan, Lin Wen-Huang, kepada wartawan pada Rabu (31/8/2022).
Pada Agustus ini, Taiwan mengusulkan kenaikan pengeluaran pertahanan sebesar dua digit. Pengeluaran tersebut mencakup anggaran untuk membeli jet tempur baru. Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen telah mengawasi program modernisasi dan menjadikan peningkatan belanja pertahanan sebagai prioritas.
Presiden Tsai pada Selasa (30/8/2022) mengatakan kepada unit-unit militer Taiwan untuk tetap tenang dalam menghadapi manuver pesawat tempur dan kapal perang China di sekitar wilayah Taiwan. Tsai mengatakan, Taiwan tidak akan membiarkan Beijing memprovokasi konflik.
China terus melakukan tekanan militer terhadap Taiwan setelah kunjungan Pelosi. Beijing awalnya membalas dengan latihan militer besar-besaran di dekat Taiwan dengan menembakkan rudal. Beberapa rudal mendarat di zona ekonomi Jepang dan dianggap sebagai eskalasi serius.
China juga mengirim kapal perang dan pesawat ke Taiwan dalam jumlah besar. Tsai mengatakan, Taiwan harus tetap terkendali meskipun ada tekanan harian dari China.
“Semakin provokatif tentara musuh, semakin stabil kita. Kami tidak akan membiarkan pihak-pihak yang berseberangan membuat konflik dengan alasan yang tidak pantas,” kata Tsai saat berkunjung ke stasiun angkatan laut di Penghu.
Dalam kunjungan itu, Tsai memeriksa skuadron radar, perusahaan pertahanan udara, dan armada angkatan laut. Sementara di pangkalan udara Magong, Tsai disambut oleh pilot yang berdiri di depan jet tempur Angkatan Pertahanan Pribumi buatan Taiwan.
“Anda adalah kebanggaan rakyat Taiwan. Ketika setiap orang Taiwan melihat Anda mengenakan seragam militer nasional, hati semua orang dipenuhi dengan rasa hormat dan terima kasih," kata Tsai.
Sebelumnya manuver terbesar China telah mengganggu penangkapan ikan, pengiriman barang, dan lalu lintas udara. Beijing terus menekan Taiwan dalam beberapa pekan terakhir dengan penerbangan harian oleh pesawat tempur dan navigasi kapal perang. Mereka seringkali melintas di atas garis tengah Selat Taiwan, yaitu jalur air yang memisahkan Taiwan dari China.
Taiwan telah merespons dengan melacak kapal dan pesawat China. Taiwan mengeluarkan peringatan dan menggunakan sistem misilnya untuk memantau pergerakan pihak lain.
China juga telah menerbangkan drone di atas Pulau Kinmen, yang paling dekat dengan China. Sebuah video yang viral pekan lalu menunjukkan dua tentara menatap drone dari sebuah pos terdepan di sebuah pulau terpencil di Kinmen, sebelum mencoba untuk menjatuhkannya dengan batu. Akhir pekan ini, beredar video lainnya yang diduga merupakan pesawat tak berawak atau drone China terbang di sekitar pulau terpencil yang berbeda.
Seorang juru bicara unit tentara Kinmen mengatakan Taiwan akan mengambil tindakan empat langkah untuk menangani drone di masa depan. Antara lain melibatkan peringatan, melaporkan serangan, mengusir drone, dan menembak jatuh drone tersebut jika tidak kunjung meninggalkan wilayah Taiwan.
China menuduh AS dan Taiwan menciptakan ketidakstabilan. “Upaya pasukan kemerdekaan Taiwan untuk meminta dukungan asing, termasuk dari AS, untuk kemerdekaan adalah sumber ketegangan saat ini di Selat Taiwan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian.