REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Badan cuaca PBB memperkirakan bahwa fenomena yang dikenal sebagai La Nina akan berlangsung hingga akhir tahun ini.
Organisasi Meteorologi Dunia pada Rabu (31/8) mengatakan, kondisi La Nina, yang melibatkan pendinginan skala besar suhu permukaan laut, telah menguat di Pasifik khatulistiwa timur dan tengah dengan peningkatan angin pasat dalam beberapa pekan terakhir.
Pejabat tinggi Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) memperingatkan bahwa, fenomena La Nina selama tiga tahun berturut-turut tidak berarti membuat pemanasan global mereda. Meskipun fenomena La Nina dapat memperlambat kenaikan suhu global.
"Memiliki fenomena La Nina selama tiga tahun berturut-turut sangat luar biasa. Pengaruh pendinginannya untuk sementara memperlambat kenaikan suhu global, tetapi tidak akan menghentikan atau membalikkan tren pemanasan jangka panjang,” kata Sekretaris Jenderal WMO, Petteri Taalas.
La Nina adalah pendinginan alami dan siklus di bagian Pasifik khatulistiwa yang mengubah pola cuaca di seluruh dunia. La Nina berlawanan dengan pemanasan yang disebabkan oleh fenomena El Nino yang berlawanan.
La Nina sering menyebabkan lebih banyak badai Atlantik, lebih sedikit hujan dan lebih banyak kebakaran hutan di Amerika Serikat bagian barat. Termasuk kerugian pertanian di Amerika Serikat (AS) bagian tengah. Studi telah menunjukkan dampak La Nina lebih mahal ke Amerika Serikat daripada El Nino.
El Nino, La Nina dan kondisi netral ENSO, yang merupakan singkatan dari El Nino Southern Oscillation menimbulkan salah satu efek alami terbesar pada iklim. Para ilmuwan mengatakan, fenomena tersebut dapat menambah maupun meredam efek besar dari perubahan iklim yang disebabkan manusia, mulai dari pembakaran batu bara, minyak dan gas.