Kamis 01 Sep 2022 03:50 WIB

Italia Kutuk Agresi Rusia saat Pertemuan Menteri Lingkungan G20 di Bali

Perang Rusia di Ukraina memiliki konsekuensi besar terhadap lingkungan.

Rep: Febryan A/ Red: Friska Yolandha
Pekerja mengalirkan air dari kawah yang dibuat oleh ledakan yang merusak bangunan tempat tinggal setelah serangan Rusia di Slovyansk, Ukraina, Minggu, 28 Agustus 2022.
Foto: AP/Leo Correa
Pekerja mengalirkan air dari kawah yang dibuat oleh ledakan yang merusak bangunan tempat tinggal setelah serangan Rusia di Slovyansk, Ukraina, Minggu, 28 Agustus 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Delegasi Italia tak hanya membahas isu lingkungan ketika hadir dalam Pertemuan Menteri-menteri Lingkungan Hidup dan Iklim (JECMM) negara anggota G20 di Bali, Rabu (31/8/2022). Dia turut menyinggung persoalan perang Rusia melawan Ukraina.

"Sebelum masuk kepada topik utama dalam pertemuan ini, tolong izinkan saya menegaskan kembali bahwa Pemerintah Italia terus mengutuk agresi Rusia terhadap Ukraina," kata Utusan Khusus Untuk Perubahan Iklim Italia, Alessandro Modiano dalam sambutannya di Bali Nusa Dua Convention Center.

Baca Juga

Modiano menyatakan, perang Rusia di Ukraina memiliki konsekuensi besar terhadap lingkungan, pangan,  dan keamanan energi. Perang itu juga berdampak pada upaya dunia pulih dari pandemi, dan upaya negara-negara G20 mencapai Sustainable Development Goals (SDGs).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB (UNEP) Inger Andersen mengatakan, konflik di Ukraina memang mendorong terciptanya krisis pangan, krisis energi, dan krisis finansial. Semua krisis akibat perang itu berdampak hingga ke negara-negara di belahan bumi selatan.

Meski perang di Ukraina memicu persoalan energi, Andersen mengingatkan negara-negara dunia untuk tidak kembali menggunakan sumber energi kotor. "Sekretaris Jenderal PBB telah menyatakan bahwa transisi hijau adalah satu-satunya transisi yang harus kita tempuh," ujarnya Andersen berbicara dalam pertemuan itu secara virtual dari Kenya.

Untuk diketahui, perang antara Rusia melawan Ukraina telah berlangsung sekitar enam bulan. Saat awal perang, negara-negara Eropa mengembargo produk minyak Rusia. Belakangan, Rusia membalas dengan menghentikan pasokan gas ke sejumlah negara Eropa.

Akibatnya, sejumlah negara Eropa, seperti Jerman, mulai panik dengan kecukupan pasokan energinya jelang musim dingin. Sebagai langkah mitigasi, Jerman mengumumkan akan kembali menghidupkan pembangkit batu bara. Batu bara sebagaimana diketahui merupakan sebagai sumber energi kotor karena menghasilkan emisi gas rumah kaca dalam jumlah besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement