REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH – Pengadilan Arab Saudi menjatuhkan hukuman 45 tahun penjara kepada seorang wanita terkait ungguhannya di media sosial.
Hal ini disampaikan kelompok hak asasi manusia yang berbasis di Washington, DAWN, yang menunjukkan contoh terbaru tindakan Arab Saudi terhadap aktivis perempuan.
DAWN, yang mengutip dokumen pengadilan, menyebutkan, wanita yang bernama Nourah binti Saeed al-Qahtani itu dihukum pekan lalu oleh Pengadilan Kriminal Khusus Arab Saudi atas tuduhan menggunakan internet untuk merobek tatanan sosial (Arab Saudi).
Qahtani juga melanggar ketertiban umum dengan menggunakan media sosial. Kantor media pemerintah Arab Saudi tidak merespons saat dimintai tanggapan. Dilansir Eastern Eye, Rabu (31/8/2022), yang mengutip laporan Reuters, DAWN saat ini terus menyelidiki kasus tersebut.
Hukuman terhadap Qahtani diputuskan beberapa pekan setelah Salma al-Shehab, ibu dua anak dan kandidat doktor di Universitas Leeds di Inggris, dijatuhi hukuman 35 tahun penjara karena mem-follow dan me-retweet para pemberontak dan aktivis di Twitter.
Kasus-kasus terbaru kemudian bermunculan setelah Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengutip masalah HAM, yang menjadi titik panas hubungan antara Amerika Serikat dan Saudi selama pertemuannya dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman pada Juli lalu.
Pekan lalu Amerka Serikat juga telah menyatakan keprihatinan dengan Arab Saudi atas hukuman yang diterima Shehab, termasuk larangan perjalanan 34 tahun karena cuitannya di twitter.
Kasus Qahtani dan Shehab menekankan adanya tindakan keras terhadap perbedaan pendapat yang didorong Pangeran Mohammed, penguasa de facto Saudi, sekalipun Pangeran MBS telah memperjuangkan reformasi terhadap perempuan. Seperti mengizinkan perempuan untuk mengemudi dan mendorong proyek untuk menciptakan lapangan kerja bagi mereka.
Direktur Penelitian untuk Wilayah Teluk di DAWN, Abdullah al-Aoudh, mengatakan dalam kasus Shebab dan Qahtani, otoritas Arab Saudi menggunakan undang-undang untuk menargetkan dan menghukum warga Saudi karena mengkritik pemerintah di Twitter. Menurutnya, ini hanya setengah dari total kisah yang ada.
"Putra Mahkota tidak akan mengizinkan hukuman yang berlebihan seperti itu jika dia merasa bahwa tindakan ini akan dipenuhi dengan kecaman oleh Amerika Serikat dan pemerintah Barat lainnya. Jelas, mereka tidak," kata Aoudh dalam pernyataan DAWN.
Di sisi lain, pejabat Arab Saudi mengatakan, Kerajaan tidak memiliki tahanan politik. "Kami memiliki tahanan di Arab Saudi yang telah melakukan kejahatan dan yang diadili pengadilan kami dan dinyatakan bersalah," kata Menteri Luar Negeri, Adel al-Jubeir, kepada Reuters. "Gagasan bahwa mereka akan digambarkan sebagai tahanan politik adalah konyol," kata menteri itu menambahkan.