REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Dana Moneter Internasional (IMF) pada Kamis (1/9/2022) telah mencapai kesepakatan tingkat staf dengan Sri Lanka untuk menyediakan bantuan senilai 2,9 miliar dolar AS selama empat tahun. Dana ini bertujuan untuk membantu menyelamatkan Sri Lanka dari krisis ekonomi.
Sri Lanka menghadapi krisis ekonomi terburuk karena kekurangan cadangan devisa dan salah urus negara. Sri Lanka tidak bisa membayar produk impor penting seperti bahan bakar, obat-obatan dan makanan. Sri Lanka telah menangguhkan pembayaran utang luar negeri senilai hampir 7 miliar dolar AS yang jatuh tempo tahun ini. Total utang luar negeri Sri Lanka berjumlah lebih dari 51 miliar dolar AS. Dari jumlah tersebut, utang senilai 28 miliar dolar AS harus dilunasi pada 2028. IMF mengatakan, ekonomi Sri Lanka diperkirakan akan berkontraksi sebesar 8,7 persen dan inflasi telah melampaui 60 persen.
“Dengan latar belakang ini, program pihak berwenang, yang didukung oleh IMF akan bertujuan untuk menstabilkan ekonomi, melindungi mata pencaharian masyarakat Sri Lanka, dan mempersiapkan landasan untuk pemulihan ekonomi dan mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif,” kata pernyataan IMF.
Sebelumnya Jepang akan berkoordinasi dengan kreditur lain untuk menyelesaikan krisis keuangan yang semakin dalam di Sri Lanka. Menteri Keuangan, Shunichi Suzuki, pada Selasa (30/8/2022) mendesak semua negara kreditur untuk berkumpul dan membahas utang Sri Lanka.
"Kami prihatin dengan situasi sosial ekonomi yang parah di Sri Lanka," kata Suzuki kepada wartawan.
Suzuki mengatakan, Sri Lanka harus mempercepat pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) tentang bailout. Sementara semua kreditur bilateral, termasuk China dan India harus berkumpul untuk membahas masalah tersebut.
"Jepang ingin secara aktif bekerja sama dengan negara kreditur lain dan organisasi publik," kata Suzuki.