REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Seorang remaja Palestina berusia 19 tahun tewas ditembak oleh pasukan Israel di Qabatiya, Tepi Barat, Senin (5/9/2022) pagi waktu setempat. Beberapa peluru bersarang di tubuhnya, termasuk di kepala.
“Taher Mohamed Zakarneh ditembak mati oleh peluru (pasukan) pendudukan (Israel) di Qabatiya,” kata Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Palestina dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Al Arabiya.
Menurut Kemenkes Palestina, Zakarneh ditembak di bagian kepala, kaki kanan, dan paha kiri. Dia sempat dilarikan ke rumah sakit, tapi nyawanya tak tertolong. Sementara itu dalam keterangannya pasukan Israel mengungkapkan bahwa mereka melakukan kegiatan “kontraterorisme” di Jenin dan Qabatiya. Mereka mengklaim menangkap lima buronan yang selama ini dicurigai terlibat kegiatan terorisme.
“Dalam kegiatan tersebut, terjadi kerusuhan dengan kekerasan. Para perusuh melemparkan batu, alat peledak, serta bom molotov ke pasukan dan tembakan terdengar di daerah itu. Para prajurit merespons dengan tembakan langsung, tembakan terarah," kata pasukan Israel.
Mereka tak mengomentari tentang adanya korban tewas akibat penembakan tersebut. Pada Juli lalu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, sebanyak 78 anak-anak Palestina dibunuh Israel sepanjang 2021. Tahun lalu, Israel turut melakukan penahanan terhadap 637 anak Palestina. Untuk pertama kalinya Guterres mengakui tentang minimnya pertanggungjawaban atas pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Guterres mengaku terkejut oleh jumlah anak Palestina yang tewas di tangan pasukan Israel. Tahun lalu pun terdapat 982 anak Palestina yang terluka akibat tindakan represif pasukan Israel. Guterres menyoroti penggunaan amunisi hidup oleh tentara maupun personel keamanan Israel saat melakukan aksinya.
Dia meminta Israel menyelidiki setiap kasus terkait penggunaan amunisi hidup oleh pasukan keamanannya. “Ada kurangnya pertanggungjawaban sistematis atas pelanggaran Israel terhadap anak-anak Palestina,” ujarnya dalam laporan “Children and Armed Conflict” yang dirilis 11 Juli lalu, dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA.
Itu pertama kalinya Guterres mengakui bahwa ada pertanggungjawaban yang minim atas setiap pelanggaran yang dilakukan pasukan Israel terhadap anak Palestina. “Jika situasinya berulang pada 2022, tanpa perbaikan yang berarti, Israel harus terdaftar,” ucap Guterres dalam laporan.
Selain kekerasan dan pembunuhan, Guterres turut menyoroti penahanan anak-anak Palestina oleh otoritas Israel. Dia mengingatkan, Israel perlu memenuhi standar internasional dalam penahanan anak-anak. Guterres menyerukan Israel mengakhiri penahanan administratif dan perlakuan buruk, termasuk kekerasan, terhadap anak-anak Palestina yang ditangkap.