REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Dua staf kedutaan Rusia di Kabul termasuk di antara enam orang yang tewas dalam serangan bom di dekat pintu masuk kedutaan. ISIS mengeklaim bertanggung jawab atas serangan bom tersebut.
Polisi mengatakan, pelaku ditembak mati oleh penjaga bersenjata saat dia mendekati gerbang. Ini menjadi salah satu serangan pertama sejak Taliban mengambil alih kekuasaan tahun lalu.
"Penyerang bunuh diri sebelum mencapai target, dikenali dan ditembak oleh penjaga kedutaan Rusia (Taliban), belum ada informasi tentang korban," ujar kepala polisi distrik tempat serangan itu terjadi, Mawlawi Sabir kepada Reuters.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan, seorang militan tak dikenal meledakkan alat peledak di dekat pintu masuk ke bagian konsuler kedutaan sekitar pukul 10:50 waktu Kabul. Akibat serangan itu, dua pegawai misi diplomatik tewas, dan ada juga korban warga Afghanistan," kata pernyataan kementerian.
Empat orang lainnya yang tewas adalah warga sipil Afghanistan. Rusia adalah salah satu dari sedikit negara yang mempertahankan kedutaan di Kabul, setelah Taliban kembali berkuasa setahun yang lalu. Moskow tidak secara resmi mengakui pemerintah Taliban. Namun mereka telah melakukan pembicaraan dengan para pejabat mengenai kesepakatan untuk memasok bensin dan komoditas lainnya.
Misi PBB di Afghanistan (UNAMA) mengutuk ledakan itu. “Mengingat peristiwa baru-baru ini, UNAMA menekankan perlunya otoritas de facto untuk mengambil langkah-langkah memastikan keselamatan dan keamanan rakyat serta misi diplomatik,” ujar pernyataan PBB di Twitter, mengacu pada kepemimpinan Taliban.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Afghanistan, Abdul Qahar Balkhi mengatakan, pasukan Taliban akan mengambil langkah serius untuk mengamankan kedutaan besar yang beroperasi di negara itu. Balkhi menambahkan, Taliban tidak akan membiarkan tindakan musuh berdampak negatif terhadap hubungan Rusia dan Afghanistan.
"(Pemerintah) memiliki hubungan dekat dengan Rusia, kami tidak akan pernah membiarkan tindakan negatif musuh seperti itu berdampak negatif pada hubungan (kedua negara)," kata Balkhi dalam sebuah pernyataan.
Ketika Taliban berkuasa pada era 1990an, pemboman yang menargetkan misi asing adalah kejadian biasa di Kabul, terutama dalam beberapa tahun terakhir. Kedutaan besar dan hotel membentengi diri dengan kawat berduri dan dinding ledakan. Insiden semacam itu telah menurun secara dramatis sejak Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021.
Namun, Taliban harus menghadapi pemberontakan oleh afiliasi ISIS di Afghanistan. Sejauh ini serangan menyasar warga sipil di beberapa masjid.