REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR - Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Seri Saifuddin Abdullah menyerukan Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) untuk bertindak lebih untuk ikut menyelesaikan masalah di Myanmar. Ia mendesak Sekretariat ASEAN lebih peduli dan memprioritaskan krisis politik di Myanmar.
Saifuddin mengatakan dia dan rekan-rekan menteri luar negeri ASEAN hanya menerima laporan tentang situasi di Myanmar dari kontak mereka sendiri melalui organisasi Internasional dan organisasi non-pemerintah (LSM). Namun bukan dari sekretariat ASEAN itu sendiri.
"Pada 3 September, saya telah menulis surat kepada Sekjen Asean yang meminta, antara lain, untuk memberitahu menteri luar negeri ASEAN tentang apa yang sebenarnya terjadi di Myanmar," kata dia seperti dilansir laman Malay Mail, Selasa (6/9/2022).
"Sekretariat ASEAN harus memiliki rasa urgensi untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di Myanmar, mereka (sekretariat ASEAN) harus memiliki tim penuh waktu yang menangani konflik tersebut," lanjutnya.
Saifuddin mengatakan krisis Myanmar kini sedang ditangani melalui pertemuan dan seharusnya tidak demikian. Menurutnya isu Myanmar ini tidak dapat menunggu sampai KTT para pemimpin ASEAN November untuk membahas masalah ini.
Ia juga meminta ASEAN untuk bertindak lebih mendesak dalam upayanya untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan memacu proses perdamaian di Myanmar yang diperintah junta. Dia juga meminta negara-negara anggota Asean untuk memutuskan apakah mereka akan terus bekerja dengan junta dalam memberikan bantuan kemanusiaan. Sebab LSM lokal tertentu di Myanmar tidak mau bekerja dengan militer karena mereka tidak mempercayai mereka.
“Asean harus memutuskan, di mana kita berdiri? Apakah kita melanjutkan dengan junta? Atau apakah kita bekerja tanpa junta dan mendukung orang-orang yang kita kenal melakukan pekerjaan yang baik? Ini pertanyaan besar dan harus segera diputuskan," kata Saifuddin.
Sejak kudeta militer, ASEAN terus mendorong junta Myanmar untuk mengimplementasikan Lima Poin Konsensus yang sudah disepakati tahun lalu. Namun hingga kini, junta Myanmar seperti mengabaikan konsensus tersebut sehingga membuat sebagian anggota ASEAN kecewa.
Myanmar dilanda kekerasan sejak militer menggulingkan pemerintahan terpilih secara demokratis pada Februari 2021. Junta Myanmar terus menggunakan kekerasan dalam menghadapi gerakan protes menentang kudeta.