Jumat 09 Sep 2022 01:26 WIB

Terapis Wicara Dihukum karena Dinilai Terbitkan Hasutan Pemberontakan di Buku Anak

Lima terapis dihukum karena dinilai tanamkan kebencian pada China lewat buku anak

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Bendera nasional China (kanan) dan bendera Hong Kong berkibar di Dewan Legislatif di Hong Kong. Lima terapis dihukum karena dinilai tanamkan kebencian pada China lewat buku anak. Ilustrasi.
Foto: AP/Vincent Yu
Bendera nasional China (kanan) dan bendera Hong Kong berkibar di Dewan Legislatif di Hong Kong. Lima terapis dihukum karena dinilai tanamkan kebencian pada China lewat buku anak. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG - Pengadilan di Hong Kong menghukum lima terapis wicara karena memproduksi publikasi hasutan dalam bentuk buku anak-anak bergambar, Kamis (8/9/2022). Buku tersebut menggambarkan domba yang berusaha mempertahankan desa mereka dari serigala.

Namun hakim menilai cerita di buku tersebut berkelindan dengan China dan Hong Kong.  Jaksa mengatakan hewan-hewan itu adalah analogi untuk penduduk Hong Kong dan China daratan masing-masing dan dimaksudkan untuk memicu kebencian terhadap yang terakhir. Sementara pembela berpendapat bahwa isi buku terbuka untuk interpretasi dan bahwa mereka tidak menyerukan pemberontakan bersenjata melawan pemerintah.

Baca Juga

Namun dalam putusannya, hakim Kwok Wai-kin menilai bahwa buku-buku itu ditulis dengan cara membimbing pikiran pembaca. Selain itu hakim menilai penerbit tidak mengenali kedaulatan Beijing atas Hong Kong.

"Niat menghasut tidak hanya berasal dari kata-kata, tetapi dari kata-kata dengan efek terlarang yang dimaksudkan untuk menghasilkan pikiran anak-anak," tulis Kwok seperti dikutip laman Guardian, Kamis. 

"Anak-anak akan dituntun untuk percaya bahwa pemerintah RRC (Republik Rakyat China) datang ke Hong Kong dengan niat jahat untuk mengambil rumah mereka dan menghancurkan kehidupan bahagia mereka tanpa hak untuk melakukannya sama sekali," tulisnya melanjutkan.

Hukuman tersebut adalah yang terbaru menggunakan pelanggaran hasutan era kolonial. Pelanggaran hasutan dikerahkan pihak berwenang di samping undang-undang keamanan nasional baru untuk membasmi perbedaan pendapat.

Kasus tersebut menyangkut tiga buku anak-anak bergambar yang diterbitkan oleh General Union of Hong Kong Speech Therapist yang sekarang sudah tidak berfungsi pada 2020 dan 2021. Salah satu buku berjudul 12 Warriors of Sheep Village, tampaknya merujuk pada 12 pengunjuk rasa Hong Kong yang mencoba melarikan diri dengan speedboat ke Taiwan tetapi dicegat oleh penegak hukum China pada Agustus 2020.

Buku itu menggambarkan 12 domba yang harus melarikan diri dari desa mereka dengan perahu setelah berperang melawan serigala yang menyerang. Domba ditangkap di laut dan dimasukkan ke dalam penjara.

Lima terdakwa terapis wicara itu yakni Lai Man-king, Melody Yeung, Sidney Ng, Samuel Chan, dan Fong Tsz-ho yang semuanya berusia 20-an tahun. Mereka telah ditahan dengan jaminan yang ditolak sejak Juli tahun lalu.

Ah To (bukan nama sebenarnya), seorang kartunis politik yang pindah ke Inggris mengatakan vonis itu membuatnya sedih. "Yang disebut publikasi hasutan adalah kejahatan ucapan, itu adalah hukum jahat yang sudah lama dicabut di Inggris,” katanya.

Menurutnya akan sulit bagi seniman di Hong Kong untuk menilai apakah kreasi mereka dapat dianggap hasutan karena kriterianya subjektif. Amnesty International menyerukan pembebasan segera kelimanya.

Pihaknya mengatakan penggunaan undang-undang hasutan adalah tindakan represi yang berani. "Menulis buku untuk anak-anak bukanlah kejahatan dan upaya untuk mendidik anak-anak tentang peristiwa baru-baru ini dalam sejarah Hong Kong bukan merupakan upaya untuk menghasut pemberontakan," kata Amnesty.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement